Wednesday, March 16, 2016

PENGARUH KEAKTIFAN SISWA DALAM MENGIKUTI SHALAT DHUHA TERHADAP KECERDASAN SPIRITUAL ANAK

BAB II
TELAAH PUSTAKA, KERANGKA TEORI, DAN HIPOTESIS

A.    Telaah Pustaka
Dalam telaah pustaka ini peneliti mendeskripsikan beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh para peneliti terdahulu yang ada relevansinya dengan judul skripsi ini. Adapun karya-karya skripsi tersebut adalah:
1.    Skripsi Ansori NIM  106032 mahasiswa  jurusan Tarbiyah STAI Pati tahun 2010 yang berjudul “Hubungan antara Kecerdasan Emosional dengan Keberagamaan Remaja Masjid (IREMA) Desa Margorejo Kec. Margorejo Kab. Pati Tahun 2010”.
Fokus pada penelitian Ansori adalah meneliti hubungan kecerdasan emosional remaja  masjid di desa Margorejo dengan keberagamaannya.
Hasilnya  penelitiannya yaitu ada hubungan yang positif serta signifikan antara kecerdasan  emosional dengan keberagaaman Remaja Masjid (IREMMA) Desa Margorejo Kec. Margorejo Kab. Pati pada taraf signifkansi 5% maupun 1%. Hal tersebut dapat dilihat pada nilai r observasi sebesar 0,547 dan berada diatas r tabel dengan batas penolakan 5% sebesar 0,361.  Dan  juga r observasi berada di atas harga r tabel pada taraf signifikansi 1% sebesar 0,462.[11]
2.    Skripsi Siti Masmu’ah NIM: 106018 mahasiswi  jurusan Tarbiyah STAI Pati tahun 2010 yang berjudul “Hubungan antara Ibadah Shalat  dengan Perilaku Siswa di Madrasah Tsanawiyah Mathali’ul Falah Langgenharjo Kec. Juwana Kab. Pati”.
Fokus penelitian Siti Masmu’ah yaitu meneliti hubungan ibadah solat terhadap prilaku siswa Madrasah Tsanawiyah Mathali’ul Falah Langgenharjo tahun 2010.
Kesimpulan skripsi tersebut ada hubungan yang positif antara ibadah shalat  dengan perilaku siswa di Madrasah Tsanawiyah Mathali’ul Falah Langgenharjo tahun 2010. Buktinya yaitu pada  analisis data ditemukan r hitung sebesar 0,66 yang kemudian dikonsultasikan dengan r tabel pada taraf signifikansi 5% dan diperoleh nilai r hitung lebih besar dari r tabel baik pada kesalahan 5% maupun 1`% yaitu 0,664 > 0,339 dan 0,663 > 0,439.[12]
3.    Skripsi Siti Halimah NIM: 107466 mahasiswi  jurusan Tarbiyah STAI Pati tahun 2010 yang berjudul “Pengaruh Bimbingan Penyuluhan terhadap Tingkat Kecerdasan Emosional (Emotional Quotient)  Siswa MA Madarijul Huda Kembang Kec. Dukuhseti Kab. Pati  Tahun Pelajaran 2009/2010”.
Fokus penelitian Siti Halimah adalah meneliti pengaruh Bimbingan Penyuluhan terhadap Tingkat Kecerdasan Emosional (Emotional Quotient)  Siswa MA Madarijul Huda Kembang.
Kesimpulan skripsi tersebut yaitu ada hubungan yang positif antara bimbingan penyuluhan terhadap tingkat kecerdasan emosional (emotional quotient)  siswa MA Madarijul Huda Kembang Kec. Dukuhseti Kab. Pati Tahun Pelajaran 2009/2010 yang ditunjukkan dengan perhitungan F Reg lebih besar dari F tabel dengan angka dalam F Reg 33,63> 2,763 pada taraf signifikansi 1% dan 33,63 > 2,0 pada taraf signifikansi 5%.[13]
Berbeda dengan penelitian terdahulu, penelitian ini lebih difokuskan pada pengaruh pelaksanaan shalat dhuha yang dilakukan siswa MTs Luthful Ulum terhadap kecerdasan spiritual mereka. Jadi skripsi dengan judul “Pengaruh  Keaktifan Siswa dalam Mengikuti Shalat Dhuha Terhadap Kecerdasan Spiritual Anak di MTs Luthful Ulum Pasucen Trangkil Pati Tahun Pelajaran 2013/2014” belum ada yang meneliti dan layak untuk dijadikan judul skripsi guna menyelesaikan studi Strata satu.
B.     Kerangka Teori
1.    Keaktifan Shalat  Dhuha
a.         Keaktifan Melaksanakan Sholat
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian keaktifan adalah kegiatan; kesibukan. Sedangkan melaksanakan artinya melakukan; menjalankan; mengerjakan (rancangan, keputusan).[14]
Shalat artinya berhadap  hati kepada Allah sebagai ibadah, dalam bentuk beberapa perkatan dan perbuatan, yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam serta menurut syarat-syarat yang telah ditentukan syara’.[15] Menurut Murtadha Muththahari, shalat adalah pendakian ruhani seorang hamba untuk menemukan kesucian diri.[16]
Jadi dapat disimpulkan bahwa keaktifan melaksanakan shalat adalah kegiatan menjalankan ibadah menghadap kepada Allah yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam disertai ucapan dan perbuatan yang telah diatur dalam tuntunan Islam dengan tujuan untuk menemukan kesucian diri.
b.        Ciri-ciri Keaktifan Melaksanakan Shalat
Islam selalu mengajarkan pemeluknya agar senantiasa menghadirkan spirit kehambaanya dalam bentuk-bentuk amalan, baik yang wajib maupun yang sunah. Spirit kehambaan ini sangat penting ditumbuhkan agar manusia tidk keluar dari fitrahnya sebagai hamba yang tugasnya memang mengabdi dan beribadah.[17]
Seorang hamba yang sadar akan kewajibannya sebagai makhluk Allah sudah barang tentu akan melaksanakan segala perintah-Nya dengan kesadaran hati. Ada beberapa ciri keaktifan melaksanakan shalat yaitu:


1)   Tekun
Ibadah (shalat) harus terus-menerus dilakukan sepanjang hayat, sebab hal itu akan membuat badan, roh, jiwa menjadi selaras. Menurut al Ghazali, ada beberapa hal yang mencirikan seseorang tekun dalam beribadah (shalat), yaitu:
-            Memutuskan hubungan dan kaitan dengan segala hal
-            Membersihkan hati dari segala hal
-            Menghadapkan diri kepada Allah Swt
Ketekunan dalam shalat sebenarnya bukan kewajiban lagi bagi mereka yang sudah merasakan nikmatnya shalat, tapi merupakan kebutuhan, sebagaimana jasad ini memerlukan makanan dan air setiap harinya.[18]
Ketekunan melaksanakan shalat dhuha bukan pada saat iman dan takwa meningkat dan tidak ada kesibukan apapun. Namun mampu menyempatkan diri di tengah-tengah kesibukan beraktifitas, dan aktifitas tidak menjadi terbengkalai karena melaksanakannya. Orang yang tekun melaksanakan shalat dhuha akan optimis menggapai prestasi mengukir karya terbesar dalam hidup.[19]


2)   Patuh
Tingkatan kepatuhan dalam menjalankan shalat merupakan gambaran halus tidaknya perasaan seseorang. Semakin tinggi tingkat kepatuhan dalam shalat akan semakin sensitif perasaan seseorang dalam berinteraksi. Tingkat kepatuhannya akan mengubah ketidakbenaran akan tinggi. Citra Allah hanya dapat dipahami jika hati manusia sudah terbebas dari keluhan dan persepsi buruk terhadap-Nya.[20]
Kepatuhan menghasilkan perbuatan-perbuatan baik yang dianjurkan oleh Allah. Dengan patuh menghadap Allah melalui shalat maka akan menghindarkan penyakit hati yang sangat membahayakan.[21]
3)   Sadar Hati
Seseorang yang aktif melaksanakan shalat akan muncul kesadaran hati bahwa dalam hidup butuh menyandarkan segala hal kepada Allah. Kesadaran  hati antara hamba dengan Sang Pencipta akan muncul jika seseorang mampu memahami sekaligus merasakan makna spiritual shalat, maka pengetahuan fitrah dalam jiwa dan hatinya akan tersingkap.[22]
Ada hubungan yang erat antara hati, jiwa, dan pembentukan kepribadian. Sebagaimana filosof terkemuka Plato pernah mengatakan bahwa jiwa adalah pusat atau inti sari kepribadian manusia.[23]
c.         Pengertian Shalat  Dhuha
Dalam  Kamus  Besar  Bahasa  Indonesia  yang  dimaksud  dengan  waktu dhuha  adalah  waktu  menjelang  tengah  hari  (kurang  lebih  pukul  10.00).[24] Sedangkan menurut Ubaid Ibnu Abdillah, yang dimaksud dengan shalat dhuha adalah shalat sunnah yang dikerjakan ketika pagi hari pada saat matahari sedang naik.[25]
Mengenai waktu shalat dhuha Ubaid Ibnu Abdillah memaparkan yaitu disaat matahari sudah naik kira-kira sepenggal atau kira-kira setinggi 7 hasta dan berakhir di saat matahari lingsir (sekitar pukul 07.00 sampai masuk waktu dhuhur), akan tetapi disunnahkan melaksanakannya di waktu yang agak akhir yaitu di saat matahari agak tinggi dan panas terik.[26]
Dalam hadis Nabi Muhammad Saw disebutkan:
حَدَّثَنَا أَبُو نُعَيْمٍ قَالَ حَدَّثَنَا سَيْفُ بْنُ سُلَيْمَانَ سَمِعْتُ مُجَاهِدًا يَقُولُ أُتِيَ ابْنُ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا فِي مَنْزِلِهِ فَقِيلَ لَهُ هَذَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ دَخَلَ الْكَعْبَةَ قَالَ فَأَقْبَلْتُ فَأَجِدُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ خَرَجَ وَأَجِدُ بِلَالًا عِنْدَ الْبَابِ قَائِمًا فَقُلْتُ يَا بِلَالُ أَصَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْكَعْبَةِ قَالَ نَعَمْ قُلْتُ فَأَيْنَ قَالَ بَيْنَ هَاتَيْنِ الْأُسْطُوَانَتَيْنِ ثُمَّ خَرَجَ فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ فِي وَجْهِ الْكَعْبَةِ قَالَ أَبُو عَبْد اللَّهِ قَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَوْصَانِي النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِرَكْعَتَيْ الضُّحَى وَقَالَ عِتْبَانُ بْنُ مَالِكٍ غَدَا عَلَيَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ بَعْدَ مَا امْتَدَّ النَّهَارُ وَصَفَفْنَا وَرَاءَهُ فَرَكَعَ رَكْعَتَيْنِ
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Abu Nu'aim berkata, telah menceritakan kepada kami Sayf bin Sulaiman aku mendengar Mujahid berkata, " Ibnu'Umar radliallahu 'anhuma ditemui di rumahnya lalu dikatakan kepadanya bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam masuk Ka'bah" Dia berkata: "Maka aku susul Beliau namun Beliau sudah keluar dari dalam Ka'bah dan aku hanya mendapatkan Bilal sedang berdiri di depan pintu. Aku tanyakan kepadanya; "Wahai Bilal, apakah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mendirikan shalat dalam Ka'bah?" Bilal menjawab: Iya". Aku berkata lagi; "dimana beliau shalat?" Dia menjawab: "Diantara dua tiang, kemudian keluar dan mendirikan shalat dua raka'at di depan Ka'bah". Berkata Abu 'Abdullah: berkata, Abu Hurairah radliallahu 'anhu: "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam telah mewasiatkan aku agar melaksanakan shalat Dhuha dua raka'at". Dan berkata, 'Utban bin Malik: Aku pernah bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan Abu Bakar radliallahu 'anhu di waktu pagi hari hingga siang mulai meninggi, lalu Beliau shallallahu 'alaihi wasallam membariskan kami di belakangnya kemudian shalat dua raka'at". (HR. Bukhari - 1101)[27]

d.        Keutamaan Shalat  Dhuha
Shalat dhuha sebagai shalat sunnah memiliki banyak sekali keutamaan. Sehingga sangatlah baik apabila shalat ini dilaksanakan secara istiqomah yakni dengan membiasakan setiap hari dalam melaksanakannya. Diantara keutamaan-keutamaan shalat dhuha adalah sebagai berikut:
1)        Dosa-dosa Diampuni
Dalam al Qur’an Allah Swt berfirman:
ÉOÏ%r&ur no4qn=¢Á9$# ÇnûtsÛ Í$pk¨]9$# $Zÿs9ãur z`ÏiB È@øŠ©9$# 4 ¨bÎ) ÏM»uZ|¡ptø:$# tû÷ùÏdõムÏN$t«ÍhŠ¡¡9$# 4 y7Ï9ºsŒ 3tø.ÏŒ šúï̍Ï.º©%#Ï9 ÇÊÊÍÈ  
Artinya:“Dan dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat”. (QS. Huud, 114).[28]


Dalam hadis Nabi Muhammad Saw juga bersabda:
حَدَّثَنَا وَكِيعٌ قَالَ حَدَّثَنَا النَّهَّاسُ بْنُ قَهْمٍ الصُّبَحِيُّ عَنْ شَدَّادٍ أَبِي عَمَّارٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ,قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ حَافَظَ عَلَى شُفْعَةِ الضُّحَى غُفِرَتْ لَهُ ذُنُوبُهُ وَإِنْ كَانَتْ مِثْلَ زَبَدِ الْبَحْرِ
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Waki' berkata; telah menceritakan kepada kami An Nahas bin Qahm Ash Shubahi dari Syaddad Abu 'Ammar dari Abu Hurairah berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa menjaga shalat dhuha maka dosa-dosanya akan diampuni walaupun seperti buih di lautan." (HR. Ahmad - 9339).[29]

Dari al Qur’an dan Hadis di atas menegaskan bahwa orang yang membiasakan melaksanakan shalat dhuha akan diampuni dosa-dosanya. Maka bisa dikatakan bahwa ampunan dosa tersebut merupakan pemberian pahala itu sendiri.[30]
Umat Islam harus menekan diri agar terhindar dari perbuatan yang merugikan diri dan dapat menjerumuskan pada siksa dan neraka. Yaitu dengan memperbanyak amalan kebaikan berupa amalan-amalan sunnah.[31]
2)        Rezeki  Tercukupi
Keutamaan-keutamaan shalat dhuha yang bisa diperoleh berdasarkan pada  hadis  Nabi Muhammad SAW yang lain adalah rezeki  dicukupi:
حَدَّثَنَا دَاوُدُ بْنُ رُشَيْدٍ حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ عَنْ سَعِيدِ بْنِ عَبْدِ الْعَزِيزِ عَنْ مَكْحُولٍ عَنْ كَثِيرِ بْنِ مُرَّةَ أَبِي شَجَرَةَ عَنْ نُعَيْمِ بْنِ هَمَّارٍ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ يَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ يَا ابْنَ آدَمَ لَا تُعْجِزْنِي مِنْ أَرْبَعِ رَكَعَاتٍ فِي أَوَّلِ نَهَارِكَ أَكْفِكَ آخِرَهُ
Artinya:  Telah menceritakan kepada kami Daud bin Rusyaid telah menceritakan kepada kami Al Walid dari Sa'id bin Abdul Aziz dari Makhul dari Katsir bin Murrah Abu Syajarah dari Nu'aim bin Hammar dia berkata; saya mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Allah 'azza wajalla berfirman; Wahai anak Adam, janganlah kamu meninggalkan-Ku (karena tidak mengerjakan) empat raka'at pada permulaan siang, niscaya aku akan mencukupi kebutuhanmu di sore hari." (HR. Abu Daud - 1097)[32]

Hadis di atas menegaskan bahwa dengan melaksanakan shalat dhuha dapat mendatangkan rezeki  dan menjauhkan kemiskinan. Pada hadis sebelumnya dikatakan bahwa orang yang membiasakan shalat dhuha akan diampuni dosa-dosanya. Dari dua hadis ini bisa disimpulkan bahwa orang yang membiasakan shalat dhuha adalah orang yang bertaubat.[33]
3)        Cerdas Diri
Maksud hadis yang atinya “akan Aku cukupkan kebutuhanmu pada akhir harimu” tentu bukan sebatas terpenuhinya kebutuhan fisik. Rezeki adalah sesuatu yang memiliki nilai manfaat bagi kehidupan manusia di dunia ini.
Dilapangkan rezeki ini bisa diartikan sebagai ketangguhan mental tatkala mengurai benang kusut permasalahan. Ketangguhan pribadi yang tegak, kukuh dan kuat.
Ketangguhan pribadi adalah modal yang diperlukan untuk mempertahankan diri dari serangan berbagai masalah. Sebelum mendapatkan uang, misalnya, dibutuhkan kecakapan mengelola mental dan emosi, sehingga logis kalau dikatakan bahwa kuatnya mental adalah salah satu dari rezeki juga.[34]
Orang yang istiqomah shalat dhuha akan optimis menggapai prestasi mengukir karya terbesar dalam hidupnya, entah cepat atau lambat. Langkahnya tegak tanpa tengok kanan dan kiri walaupun cobaan datang silih berganti. Mental yang lemah dapat ia kuatkan, sehingga mampu menjadi manusia yang tangguh dan tak terkalahkan oleh apapun juga.[35]
Sebenarnya manusia adalah sebuah entitas makhluk sempurna, yang diciptakan oleh Sang Maha pemilik Kesempurnaan dan ia juga sebagai khalifah bumi, pemimpin di bumi, sehingga hal tersebut seharusnya mampu dirasakan serta disyukuri lewat aktifitas shalat, yaitu aktifitas yang mengajak manusia untuk menuju dimensi murni yang begitu suci, menuju ke Perbendaharaan Tersembunyi untuk menyatu dengan diri-Nya.[36]
Dalam melaksanakan shalat dhuha seseorang melaksanakan proses mi’raj (naik) ke hadirat Ilahi rabbi sehingga dengan mi’raj tersebut telah melupakan semua beban yang telah  menimpanya. Demikian seseorang akan menghasilkan sebuah ketenangan dan kedamaian dalam hatinya.
e.         Indikator Keaktifan Melaksanakan Shalat Dhuha
Ada beberapa indikator keaktifan melaksanakan shalat dhuha, antara lain: 

1)   Rajin Melaksanakan Shalat Dhuha Setiap Hari
Dari hadis riwayat Imam Buhari dijelaskan bahwa:
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَاصِمٍ حَدَّثَنَا لَيْثُ بْنُ أَبِي سُلَيْمٍ عَنْ مُجَاهِدٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ أَوْصَانِي خَلِيلِي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِثَلَاثٍ أَنْ لَا أَنَامَ إِلَّا عَلَى وِتْرٍ وَصَوْمِ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ وَرَكْعَتَيْ الضُّحَى
Artinya:  Telah menceritakan kepada kami Ali bin 'Ashim, dia berkata; telah menceritakan kepada kami Laits bin Abu Sulaim dari Mujahid dari Abu Hurairah, dia berkata; "Kekasihku shallallahu 'alaihi wasallam menasihatiku dengan tiga perkara; supaya aku tidak tidur sehingga aku shalat witir, berpuasa tiga hari pada setiap bulannya dan mengerjakan dua rakaat shalat dhuha." (HR. Ahmad - 10078)[37]

Dalam hidup manusia memang selalu penuh dengan aktivitas dan kesibukan. namun perlu disadari bahwa disela kesibukan dan padatnya aktivitas, terdapat waktu yang menjadi kunci dalam meraih keberkahan hidup.[38] Maka sudah barang tentu perlu digiatkan melaksanakan shalat dhuha setiap hari agar apa yang menjadi tujuan hidup kita bisa tercapai.
Habit is second nature (kebiasaan adalah karakter kedua). Begitulah ungkapan berbahasa Inggris. Kebiasaan yang tertanam dalam diri akan berpengaruh membentuk sebuah kepribadian. Dengan rajin melaksanakan shalat dhuha akan membentuk sebuah kepribadian yang ungul, pribadi yang memiliki prinsip kuat.[39]
2)   Melaksanakan Shalat Dhuha dengan Senang Hati
Suatu aktifitas akan terlihat cerah di wajah apabila tidak melibatkan tendensi apapun. Melaksanakan shalat dhuha dengan senang hati akan menjadikan hati tenang, dan rona kebahagiaan terpancar dari auranya. Selain itu juga bisa menjadi penuntun sekaligus cahaya yang menerangi setiap jalan yang gelap dalam kehidupan.[40]
Hamba yang ikhlas akan melaksanakan shalat dhuha dengan senang hati tanpa ada paksaan dari siapapun juga, karena mengharap ridla Allah-lah yang mendasari rasa senang hati tersebut.
3)   Melaksanakan Shalat Dhuha dengan Khusuk
Khusuk adalah suatu kondisi kejiwaan dimana hanya ingat kepada Allah Swt saja.[41]
Seseorang yang aktif melaksanakan shalat Dhuha akan mampu mendalami makna dari shalat tersebut. Dengan mendalami makna shalat akan menghayati kehadiran Allah dalam jiwa dan meyakini segala kekuasaan dan kebenaran-Nya.[42]
Berhadapan dengan Allah dalam keadaan khusuk, berserah diri, dan pengosongan diri dari kesibukan dan permasalahan hidup dapat menimbulkan perasaan tenang, damai dalam jiwa manusia, dapat mengatasi rasa gelisah yang ditimbulkan oleh tekanan jiwa dan masalah kehidupan.[43]
4)   Melaksanakan Shalat Dhuha dengan Kesadaran Hati
Shalat (dhuha) sifatnya mengikat tetapi tidak memaksa. Yang ada adalah ikatan yang timbul dari rasa ikhlas dan ridla antara hamba dengan Allah Swt.[44]
Setiap apapun yang dilakukan dengan kesadaran hati dapat memberi nilai positif dan tidak akan membuat tertekan. Apabila melaksanakan shalat dhuha dengan kesadaran hati akan dapat menyatukan hati dengan Allah Swt.[45]
Melaksanakan shalat dhuha dengan kesadaran hati dan keikhlasan akan memperbaiki emosional positif dan efektifitas  coping (stress yang menekan akibat masalah yang dihadapi). [46]
2.    Kecerdasan Spiritual
a.         Pengertian Kecerdasan Spiritual
Secara konseptual kecerdasan spiritual terdiri dari gabungan kata kecerdasan dan spiritual. Kecerdasan berasal dari kata cerdas yaitu sempurna perkembangan akal budi untuk berfikir dan mengerti.[47] Sedangkan spiritual berasal dari kata spirit yang berasal dari bahasa latin yaitu spritus yang berarti nafas. Dalam istilah modern mengacu kepada energi batin yang non jasmani meliputi emosi dan karakter.[48] Dalam kamus psikologi spirit adalah suatu zat atau makhluk immaterial, biasanya bersifat ketuhanan menurut aslinya, yang diberi sifat dari banyak ciri karakteristik manusia, kekuatan, tenaga, semangat, vitalitas energi disposisi, moral atau motivasi.[49]
Kecerdasan spiritual di dunia barat dipopulerkan oleh Danah  Zohar dan  Ian Marshall pada pertengahan tahun 2000. Berikut ini beberapa pendapat tentang kecerdasan spiritual menurut para ahli:
a)        Marsha Sinetar

Sinetar mendefinisikan kecerdasan spiritual adalah pemikiran yang terilhami. Kecedasan ini diilhami oleh dorongan dan efektifitas, keberadaan atau hidup keilahian yang mempersatukan kita sebagai bagian-bagiannya.[50]

b)        Danah Zohar dan Ian Marshall

Zohar dan Marshall mendefinisikan kecerdasan  spiritual  adalah kecerdasan moral kita, yang memberi kita sebuah kemampuan bawaan untuk membedakan yang benar dengan yang salah. Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan yang kita gunakan untuk kebaikan, kebenaran, keindahan, dan kasih sayang dalam hidup kita. Kecerdasan spiriual adalah kecerdasan yang kita pakai untuk mengakses makna, nilai, tujuan terdalam, dan motivasi tertinggi kita.[51]
c)        Ary Ginanjar Agustian

Agustian mendefinisikan kecerdasan spiritual adalah kemampuan untuk memberi makna spiritual terhadap pemikiran, prilaku, dan kegiatan yang mampu menyinergikan kecerdasan intelektual, kecerdasan emosi, dengan kecerdasah spiritual secara komprehenshif.[52]

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa definisi kecerdasan spiritual adalah kemampuan potensial setiap manusia yang menjadikan seseorang dapat menyadari dan menentukan makna, nilai, moral, serta cinta terhadap kekuatan yang lebih besar dan sesama makhluk hidup. Karena merasa sebagai bagian dari keseluruhan, sehingga membuat manusia dapat menempatkan diri dan hidup lebih positif  dengan  penuh  kebijaksanaan,  kedamaian,  dan  kebahagiaan  yang  hakiki.
b.        Fungsi Kecerdasan Spiritual
Agama lebih berdasar atas bimbingan wahyu (naql), sedangkan sains lebih atas tuntunan rasio (aql) adalah premis yang sudah diketahui dan disepakati oleh banyak orang. Namun formasi ideal tentang relasi keduanya seringkali menjadi topik yang menarik untuk didiskusikan. Padahal keduanya pada hakikatnya Agama lebih bersumber pada ayat-ayat qauliyyah (al Qur’an), sedangkan sains lebih bersumber pada ayat-ayat kawniyyah (alam semesta). Jelasnya keduanya tidak bertentangan akan tetapi  saling melengkapi dan komplementer.[53]
Kemuliaan terbesar yang Allah karuniakan adalah akal yang menyadarkan manusia akan keindahan. Namun ketidaktahuan akal akan diri dan pengetahuan  apa yang dia kendalikan dan bedakan menunjukkan  bahwasanya akal merupakan materi yang disusun, dibentuk, dicipta dan dikendalikan dan diatur oleh Sang Maha Pengatur.[54]
Fungsi dari kecerdasan spiritual adalah konsep universal yang mampu menghantarkan seseorang pada predikat memuaskan bagi dirinya sendiri juga bagi sesamanya. Ia pula yang dapat menghambat segala hal yang kontra produktif terhadap kemajuan umat manusia.[55]
Kecerdasan spiritual juga menolong seorang individu untuk berkembang. Lebih dari sekedar melestarikan apa yang diketahuinya atau yang telah ada, namun juga membawa pada apa yang tidak diketahuinya. Kecerdasan spiritual juga membuat manusia menghasratkan motivasi-motivasi yang lebih tinggi dan membuatnya bertindak berdasarkan motivasi-motivasi ini.[56]
Anak-anak yang mempunyai kecerdasan spiritual mencari pembaruan diri yang masuk akal. Mereka mencari berbagai cara untuk kembali tumbuh secara mental dan sanggup menghadapi kesulitan besar jika orang tua (atau orang lain) menciptakan kondisi-kondisi keluarga dan belajar yang represif.[57]
c.         Aspek-aspek dalam Kecerdasan Spiritual
Menurut Zohar dan Marshall, aspek-aspek kecerdasan spiritual mencakup hal-hal berikut:
a.    Kemampuan bersikap fleksibel. Kemampuan individu untuk bersikap adaptif secara spontan dan aktif, memiliki pertimbangan yang dapat dipertanggungjawabkan di saat menghadapi beberapa pilihan.
b.    Tingkat kesadaran diri yang tinggi. Kemampuan individu untuk mengetahui batas wilayah yang nyaman untuk dirinya, yang mendorong individu untuk merenungkan apa yang dipercayai dan apa yang dianggap bernilai, berusaha untuk memperhatikan segala macam kejadian dan peristiwa dengan berpegang pada agama yang diyakininya.
c.    Kemampuan untuk menghadapi dan memanfaatkan penderitaan. Kemampuan individu dalam menghadapi penderitaan dan menjadikan penderitaan yang dialami sebagai motivasi untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik di kemudian hari.
d.   Kemampuan untuk menghadapi dan melampaui rasa sakit. Kemampuan individu dimana di saat dia  mengalami sakit, ia akan menyadari keterbatasan dirinya, dan menjadi lebih dekat dengan Tuhan dan yakin bahwa hanya Tuhan yang akan memberikan kesembuhan.
e.    Kualitas hidup yang diilhami oleh visi dan nilai-nilai. Kualitas hidup individu yang didasarkan pada tujuan hidup yang pasti dan berpegang pada nilai-nilai yang mampu mendorong untuk mencapai tujuan tersebut.
f.     Keengganan untuk menyebabkan kerugian yang tidak perlu. Individu yang mempunyai kecerdasan spiritual tinggi mengetahui bahwa ketika dia merugikan orang lain, maka berarti dia merugikan dirinya sendiri sehingga mereka enggan untuk melakukan kerugian yang tidak perlu.
g.    Berpikir secara holistik. Kecenderungan individu untuk melihat keterkaitan berbagai hal.
h.    Kecenderungan untuk bertanya mengapa dan bagaimana jika untuk mencari jawaban-jawaban yang mendasar.
i.      Menjadi   pribadi   mandiri.   Kemampuan   individu   yang   memiliki kemudahan untuk bekerja melawan konvensi dan tidak tergantung dengan orang lain. [58]
d.        Cara-cara Mencapai Kecerdasan Spiritual
Agustian memberi konsep yang diyakini mampu melahirkan manusia unggul, namun bukanlah sebuah program kilat. Dan tidak akan terjadi tanpa suatu proses yang berkelanjutan dan komitmen yang kuat pada diri. Cara-cara tersebut adalah sebagai berikut:[59]
1)        Penjernihan Emosi
Menurut Agustian, penjernihan hati adalah sebuah landasan awal dalam memahami pemikiran tentang kecerdasan spiritual. Maknanya adalah dibutuhkan kejernihan hari sebelum mencari dan menemukan kebenaran. Yaitu kebenaran yang sesuai dengan Tuhan Sang Pencipta. Ketika Nabi Muhammad SAW menerima wahyu yang pertama, sang Jibril berkata: “Baca! (Iqra!).” dan dijawab “Saya tak dapat membaca.” Kisah ini memancarkan sebuah pesan subi yang dalam maknanya, yaitu tentang pentingnya kebersihan hati melalui proses penjernihan hati sebelum menerima cahaya Ilahi.[60]
Nabi Muhammad Saw bersabda:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ نُمَيْرٍ الْهَمْدَانِيُّ حَدَّثَنَا أَبِي حَدَّثَنَا زَكَرِيَّاءُ عَنْ الشَّعْبِيِّ عَنْ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ قَالَ سَمِعْتُهُ يَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ وَأَهْوَى النُّعْمَانُ بِإِصْبَعَيْهِ إِلَى أُذُنَيْهِ إِنَّ الْحَلَالَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الْحَرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا مُشْتَبِهَاتٌ لَا يَعْلَمُهُنَّ كَثِيرٌ مِنْ النَّاسِ فَمَنْ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ اسْتَبْرَأَ لِدِينِهِ وَعِرْضِهِ وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِي الْحَرَامِ كَالرَّاعِي يَرْعَى حَوْلَ الْحِمَى يُوشِكُ أَنْ يَرْتَعَ فِيهِ أَلَا وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمًى أَلَا وَإِنَّ حِمَى اللَّهِ مَحَارِمُهُ أَلَا وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ.
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abdullah bin Numair Al Hamdani telah menceritakan kepada kami Ayahku telah menceritakan kepada kami Zakaria dari As Sya'bi dari An Nu'man bin Basyir dia berkata, "Saya mendengar dia berkata, "Saya pernah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda -Nu'man sambil menujukkan dengan dua jarinya kearah telinganya-: "Sesungguhnya yang halal telah nyata (jelas) dan yang haram telah nyata. Dan di antara keduanya ada perkara yang tidak jelas, yang tidak diketahui kebanyakan orang, maka barangsiapa menjaga dirinya dari melakukan perkara yang meragukan, maka selamatlah agama dan harga dirinya, tetapi siapa yang terjatuh dalam perkara syubhat, maka dia terjatuh kepada keharaman. Tak ubahnya seperti gembala yang menggembala di tepi pekarangan, dikhawatirkan ternaknya akan masuk ke dalamnya. Ketahuilah, setiap raja itu memiliki larangan, dan larangan Allah adalah sesuatu yang diharamkannya. Ketahuilah, bahwa dalam setiap tubuh manusia terdapat segumpal daging, jika segumpal daging itu baik maka baik pula seluruh badannya, namun jika segumpal daging tersebut rusak, maka rusaklah seluruh tubuhnya. Ketahuilah, gumpalan darah itu adalah hati."  (HR. Muslim - 2996).[61]

Telah jelas dengan hadis ini bahwa yang menjadi pokoknya adalah hati dan ia bagaikan pemimpin yang ditaati di dalam tubuh dan lainnya adalah rakyat.[62]
Seseorang akan siap menghadapi berbagai rintangan, karena mampu bersikap positif dan tanggap terhadap peluang serta pemikiran maju tanpa dipengaruhi dogma yang membelenggu. Medeka dalam berfikir akan melahirkan pribadi-pribadi kreatif, berwawasan luas, terbuka/fleksibel, mampu berpiki jernih dan God Spot yang kembali bercahaya.[63]
2)        Membangun Mental
Dalam al Qur’an Allah berfirman:
žcÎ) tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qè=ÏHxåur ÏM»ysÎ=»¢Á9$# y7Í´¯»s9'ré& ö/ãf çŽöy{ Ïp­ƒÎŽy9ø9$# ÇÐÈ
Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, mereka itu adalah sebaik-baik makhluk. (Q.S. al Bayyinah:7). [64]

Segala keputusan yang diambil hendaknya dilandasi karena Allah SWT, sehingga yang ditemukan adalah sebuah kebijaksanaan mulia dengan penuh kepercayaan diri. Keterbukaan berfikir merupakan hal esensial dalam pengambilan keputusan. Sebuah proses dinamis dimana kita mengambil dan memilih diantara beragam alternatif.[65]
Dengan didasari ajaran agama mendorong dan mengajak para ummat untuk bekerja produktif bukan saja untuk kepentingan dirinya sendiri akan tetapi juga untuk kepentingan orang lain serta melakukan inovasi dan penemuan baru.[66]
Hanya dengan berpegang teguh kepada Allah-lah sesungguhnya dapat menimbulkan rasa tenang dan aman. Rasa itu sebenarnya akan menjernihkan fikiran yang akhirnya akan mampu mengambil inisiatif yang sangat penting serta berharga sekaligus memberi kesempatan mental untuk menghadapi perubahan yang pasti akan terjadi.
3)        Ketangguhan Pribadi
Ketangghan pribadi adalah ketika seseorang telah mengenal jati diri spiritual yang telah diperolehnya melalui inner journey hingga menjangkau inner teritory pada dimensi pencerahan di God Spot. Lalu pada akhirnya ia akan mengenal siapa Tuhan-nya melalui pengenalan dirinya sendiri.[67]
Bakat dan keinginan untuk berekspresi, mengatur dan mengorganisasikan kehidupan yang lebih kreatif dan efektif. Yaitu kemampuan untuk mengelola hidup sesuai dengan visi batin atau disebut juga kemampuan memilih dan menata.[68]
Orang yang memiliki ketangguhan pribadi memiliki kuasa atas diri sendiri, merasa damai dengan dirinya sendiri, tahu siapa yang dicintai dan apa yang harus dihargai serta berbuat berdasarkan cinta dan nilai-nilai.[69]
4)        Ketangguhan Sosial
Sejatinya dalam diri manusia telah mendapat tiupan ruh dari Tuhan. Yang artinya manusia memiliki sifat-sifat Tuhan dalam God Spot-nya. Dan salah satu sifat tersebut adalah dorongan untuk bersikap pengasih dan penyayang.
Menurut Stephen R Covey, kunci rahasia keberhasilan seseorang adalah keseimbangan production dan production capabilty. Covey menganalogikan hasil yang diinginkan dengan telor-telor emas, sedangkan angsa melambangkan sesuatu yang harus dipelihara dan diberi.[70]
Orang yang termotivasi oleh semangat bergaul dan bekerja sama akan menjadi tim yang bagus dan punya semangat kelompok yang kuat. Hal ini menyebabkan seseorang mengembangkan strategi-strategi yang berupa meyenangkan orang lain, negosiasi, konsiliasi, dan manajemen konflik.[71]
e.         Indikator Kecerdasan Spiritual
Damitri Mahayana menyebutkan beberapa indikator seseorang mempunyai kecerdasan spritual yang tinggi yaitu:[72]
1)            Memiliki Prinsip dan Visi yang Kuat
Prinsip adalah kebenaran yang dalam dan mendasar ia sebagai pedoman berperilaku yang mempunyai nilai yang langgeng dan produktif. Prinsip manusia secara jelas tidaakaberubahyang  berubaadalah cara  kita mengerti  dan melihat prinsip tersebut. Semakin banyak kita tahu mengenai prinsip yang benar semakin besar kebebasan pribadi kita untuk bertindak dengan bijaksana.
2)            Mampu Melihat Kesatuan dalam Keragaman
Seorang dengan spiritualitas yang tinggi mampu melihat   ketunggalan dalam keragaman. Ia adalah prinsip yang mendasari kecerdasan spiritual.
Tony Buzan mengatakan bahwa “kecerdasan spiritual meliputi melihat gambaran yang menyeluruh, ia termotivasi oleh nilai pribadi yang mencakup usaha menjangkau sesuatu selain kepentingan pribadi demi kepentingan masyarakat”.
3)            Mampu Memaknai Hidup
Makna bersifat substansial, berdimensi spiritual. Makna adalah penentu identitas sesuatu yang paling signifikan. Seorang yang memiliki kecerdasan spiritual tinggi akan mampu memaknai atau menemukan makna terdalam dari segala sisi kehidupan, baik karunia Allah yang berupa kenikmatan atau ujian dari-Nya, ia juga merupakan manifestasi kasih sayang dari-Nya. Ujiannya hanyalah wahana pendewasaan spiritual manusia.
4)            Mampu Mengatasi Kesulitan dan Penderitaan
Kesulitan akan mengasah menumbuh kembangkan, hingga pada proses pematangan dimensi spiritual manusia. Kecerdasan spiritual mampu mentransformasikan kesulitan menjadi suatu medan penyempurnaan dan pendidikan spiritual yang bermakna. Kecerdasan spiritual yang tinggi mampu memajukan seseorang karena pelajaran dari kesulitan dan kepekaan terhadap hati nuraninya.
f.          Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Spiritual
menurut Zohar dan Marshall, faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan spiritual yaitu :
1.         Titik Tuhan (God spot)
Titik tuhan adalah sekumpulan jenis jaringan saraf yang terletak di daerah lobus temporal otak, baagian yang terdapat di balik pelipis. Jaringan saraf ini berfungsi untuk membuat kita mengajukan pertanyaan-pertanyaan fundamental seputar makna eksistensi dan juga mencari jawaaban-jawaban fundamental. Titik Tuhan menyebabkan kita bersikap idealistis dan mencari solusi-solusi ideal atas problem-problem. Selain itu juga yang membuat kita berhasrat pada sesuatu yang lebih tinggi, memimpikan masa depan yang lebih baik.[73]
2.        Sel Saraf Otak
Sel saraf otak menjadi jembatan antara kehidupan bathin dan lahiriah. Ia mampu menjalankan semua ini karena bersifat kompleks, luwes, adaptif dan mampu mengorganisasikan diri. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Wolf Singer membuktikan bahwa sel saraf otak manusia bergetar secara serentak dalam merespon stimuli khusus. Getaran atau osilasi sel saraf otak pada 40 Hz merupakan basis bagi kesadaran di dalam otakOsilasi inilah yang menyatukan sistem-sistem kecakapan otak serta memadukan dengan aktivitas kecerdasan spiritual dari titik Tuhan.[74]
3.    Pengaruh Keaktifan Melaksanakan Shalat Dhuha Terhadap Kecerdasan Spiritual
Secara umum shalat (termasuk shalat dhuha) merupakan sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan berbagai maksud dan tujuan yang menjalankannya. Dengan aktif melaksanakan shalat dhuha akan memperoleh kejernihan hati. Dengan kejernihan hati akan terampil menyelesaikan persoalan hidup. Tidak berkeluh kesah tanpa melakukan perbaikan hidup. Sebab telah memiliki karakter pribadi yang mandiri, mental yang kuat, dan berhati mulia.
Selain itu, aktif melaksanakan shalat dhuha juga merupakan usaha untuk membentuk ketangguhan pribadi dan keyakinan yang tangguh. Sebab ketika jasad bergerak mengerjakan sesuatu akan dibimbing oleh hati nurani yang menunjukkan kemana harus pergi dan apa yang harus diperbuat.
Aktif melaksanakan shalat dhuha juga mampunyai pengaruh yang sangat besar dan efektif dalam menyembuhkan manusia dari dukacita dan gelisah. Sikap berdiri pada waktu shalat dhuha di hadapan Allah dengan keadaan khusuk, berserah diri, dan pengosongan diri dari kesibukan dan permasalahan hidup dapat menimbulkan perasaan tenang, damai dalam jiwa manusia serta dapat mengatasi rasa gelisah dan ketegangan yang ditimbulkan oleh tekanan jiwa dan masalah kehidupan.
Dengan demikian keaktifan melaksanakan shalat dhuha dapat berpengaruh menjadikan manusia memiliki kecerdasan spiritual yang tinggi yaitu memiliki prinsip yang kuat, mampu melihat ketunggalan dalam keberagaman, bisa memaknai hidup, serta mampu mengatasi kesulitan dan penderitaan yang terjadi dalam kehidupan ini.
C.    Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data.[75]
Adapun hipotesis yang peneliti ajukan dalam penelitian ini adalah Ada pengaruh yang positif keaktifan siswa dalam mengikuti shalat dhuha terhadap kecerdasan spiritual anak di MTs Luthful Ulum Pasucen  Trangkil Pati Tahun Pelajaran 2013/2014”.




[11] Ansori, “Hubungan antara Kecerdasan Emosional dengan Keberagamaan Remaja Masjid (IREMA) Desa Margorejo Kec. Margorejo Kab. Pati Tahun 2010”, Skripsi, STAI Pati, 2010, 80-81.
[12] Siti Masmu’ah, “Hubungan antara Ibadah Shalat  dengan Perilaku Siswa di Madrasah Tsanawiyah Mathali’ul Falah Langgenharjo Kec. Juwana Kab. Pati”, Skripsi, STAI Pati, 2010, 72.
[13] Siti Halimah, “Pengaruh Bimbingan Penyuluhan terhadap Tingkat Kecerdasan Emosional (Emotional Quotient)  Siswa MA Madarijul Huda Kembang Kec. Dukuhseti Kab. Pati  Tahun Pelajaran 2009/2010”, Skripsi, STAI Pati, 2010, 81-82.
[14] Softwere, KBBI Offline 1.5
[15] Moh. Rifai, Risalah Tuntunan Shalat Lengkap, (Semarang: Karya Thoha Putra, 2004), 32.
[16] Sabil El-Ma’rufie, 24.
[17] Khalifi Elyas Bahar, Akibat-akibat Fatal Meremehkan Shalat Dhuha,(Yogyakarta: Diva Press, 2013), 39.
[18] Rafi Sapuri, Psikologi Agama,(Jakarta: Rajawali Pers, 2009), 65.
[19] Suyadi, 161.
[20] Rafi Sapuri, 61.
[21] Muhammad Mukhdlori, Berdhuha Akan Membuatmu Benar-benar Sukses dan Kaya, (Jogjakarta: DIVA Press, 2012), 111.
[22] Muhammad Mukhdlori, 13.
[23] Rafi Sapuri, 263.
[24] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan  RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), 79.
[25]  Ubaid Ibnu Abdillah, Keutamaan dan Keistimewaan; Shalat Tahajud, Shalat Hajat, Shalat Istikharah, Shalat Dhuha, (Surabaya: Pustaka Media, tth), 127.
[26] Ubaid, 131.
[27] Lidwa Pusaka i-Software,  Kitab 9 Imam Hadist.
[28] Menara Kudus,  Al-Qur’an Al-Karim, (Kudus: Menara Kudus , 2006 ), 234.
[29] Lidwa Pusaka i-Software.
[30] Suyadi, Menjadi Kaya dengan Shalat Dhuha, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2008), 51.
[31] Khalifi Elyas Bahar,  39.
[32] Lidwa Pusaka i-Software.
[33] Suyadi, 51.
[34] Sabil El-Ma’rufie, 105.
[35] Suyadi, 161.
[36] Ary Ginanjar Agustian, 280.
[37] Lidwa Pusaka i-Software
[38] Khalifi Elyas Bahar, 12.
[39] Suyadi, 91.
[40] Khalifi Elyas Bahar,125-128.
[41] Agus Mustofa, Terpesona di Sidratul Muntaha, (Sidoarjo: Padma Press, 2006), 162.
[42] Muhammad Makhdlori, 19.
[43] M. Ustman Najati,  Jiwa Manusia dalam Sorotan Al-Qur’an, (Jakarta: Cendekia Sentra Muslim, 1993), 106.
[44] Rafi Sapuri, 62.
[45] Khalifi Elyas Bahar, 131.
[46] Imam Musbikin, 31.
[47] Departemen Pendidikan & Kebudayaan RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1993), 186.
[48] Toni Buzan, Kekuatan ESQ:10 Langkah Meningkatkan Kecerdasan Emosional Spiritual, terjemahan Ana Budi Kuswandani, (Jakarta: Pustaka Delapratosa, 2003), 6.
[49] J.P. Chaplin,  Kamus Lengkap  Psikologi,  (Jakarta  : Rajawali  Pers, 1989), 480.
[50] Marsha Sinetar, Spiritual Intelligence, (Jakarta: Elex Media Komputinda, 2001), 13.
[51] Danah Zohar dan Ian Marshall, 25.
[52] Ary Ginanjar Agustian, 47.
[53] Al Gazali, Pengantar Penerbit, Hikmah Penciptaan Semesta, (Yogyakarta: Pustaka Sufi, 2003), xv.
[54] Al Gazali, Hikmah Penciptaan Semesta, 79.
[55] Ary Ginanjar Agustian, 17.
[56] Danah Zohar dan Ian Marshall, Spritual Capital, 117.
[57] Marsha Sinetar, 121.
[58] Danah Zohar dan Ian Marshall, SQ, Kecerdasan Spiritual,(Bandung: Mizan, 2003), 14.
[59] Ary Ginanjar Agustian, 57.
[60] Ary Ginanjar Agustian, 105.
[61] Lidwa Pusaka i-Software.
[62] Al Gazali, Ringkasan Ihya’Ulumuddin,(Jakarta: Pustaka Amani, 2007), 215.
[63] Ary Ginanjar Agustian, 105.
[64] Al Qur’an dan Terjemah, 598.
[65] Ary Ginanjar Agustian, 122.
[66] Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009), 315.
[67] Ary Ginanjar Agustian, 251.
[68] Marsha Sinetar, 168.
[69] Danah Zohar dan Ian Marshall, SC: Spiritual Capital, 96.
[70] Ary Ginanjar Agustian, 130-328.
[71] Danah Zohar dan Ian Marshall, SC: Spiritual Capital, 94.
[72] http://ilmupsikologi.wordpress.com/2010/02/18/ciri-kecerdasan-spritual/3/11/2013.  
[73] Danah Zohar dan Ian Marshall, 121.
[74] Danah Zohar dan Ian Marshall, 123.
[75] Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2009), 96.

No comments:

Post a Comment