Friday, March 18, 2016

Karakteristik Pembelajaran Fikih di Madrasah Ibtidaiyah

                                   Karakteristik Pembelajaran Fikih di Madrasah Ibtidaiyah


a.      Pengertian Pembelajaran Fikih
Pembelajaran mata pelajaran Fikih di Madrasah Ibtidaiyah merupakan salah satu mata pelajaran PAI yang mempelajari tentang Fikih ibadah, terutama menyangkut pengenalan dan pemahaman tentang cara-cara pelaksanaan rukun Islam dan pembiasaannya dalam kehidupan sehari-hari, serta Fikih muamalah yang menyangkut pengenalan dan pemahaman sederhana mengenai ketentuan tentang makanan dan minuman yang halal dan haram, khitan, kurban, serta tata cara pelaksanaan jual beli dan pinjam meminjam. Secara substansial mata pelajaran Fikih memiliki kontribusi dalam memberikan motivasi kepada peserta didik untuk mempraktikkan dan menerapkan hukum Islam dalam kehidupan sehari-hari sebagai perwujudan keserasian, keselarasan, dan keseimbangan hubungan manusia dengan Allah SWT, dengan diri manusia itu sendiri, sesama manusia, makhluk lainnya ataupun lingkungannya.[1]
b.      Tujuan Pembelajaran Fikih
Mata pelajaran Fikih di Madrasah Ibtidaiyah bertujuan untuk membekali peserta didik agar dapat:
1)      Mengetahui dan memahami cara-cara pelaksanaan hukum Islam baik yang menyangkut aspek ibadah maupun muamalah untuk dijadikan pedoman hidup dalam kehidupan pribadi dan sosial.
2)      Melaksanakan dan mengamalkan ketentuan hukum Islam dengan benar dan baik, sebagai perwujudan dari ketaatan dalam menjalankan ajaran agama Islam baik dalam hubungan manusia dengan Allah SWT, dengan diri manusia itu sendiri, sesama manusia, dan makhluk lainnya maupun hubungan dengan lingkungannya.[2]
c.       Ruang Lingkup Mata Pelajaran Fikih di Madrasah Ibtidaiyah
Ruang materi lingkup mata pelajaran Fikih di Madrasah Ibtidaiyah meliputi:
1)  Fikih ibadah, yang menyangkut: pengenalan dan pemahaman tentang cara pelaksanaan rukun Islam yang benar dan baik, seperti: tata cara taharah, salat, puasa, zakat, dan ibadah haji.
2)  Fikih muamalah, yang menyangkut pengenalan dan pemahaman mengenai ketentuan tentang makanan dan minuman yang halal dan haram, khitan, kurban, serta tata cara pelaksanaan jual beli dan pinjam meminjam.[3]
d.      Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Fikih kelas III Semester II
Standar kompetensi mata pelajaran Fikih kelas III semester 2 meliputi:
1) Mengenal puasa Ramadhan. Adapun kompetensi dasarnya meliputi:
-          Menjelaskan ketentuan  puasa Ramadhan
-          Menyebutkan hikmah puasa Ramadhan
2)      Mengenal amalan-amalan di bulan Ramadhan. Adapun kompetensi dasarnya meliputi:
-          Menjelaskan ketentuan shalat tarawih.
-          Menjelaskan ketentuan shalat witir.
-          Menjelaskan keutamaan-keutamaan yang ada dalam Bulan Ramadhan[4]



[1] http://kemenag.go.id/file/dokumen/02LAMPIRANPERMENAG.pdf, 15/1/2015.
[2]http://kemenag.go.id/file/dokumen/02LAMPIRANPERMENAG.pdf, 15/1/2015
[3]http://kemenag.go.id/file/dokumen/02LAMPIRANPERMENAG.pdf, 15/1/2015
[4] http://kemenag.go.id/file/dokumen/02LAMPIRANPERMENAG.pdf, 15/1/2015.

Metode Pembelajaran Practice-Rehearsal Pair

                                      Metode Pembelajaran Practice-Rehearsal Pair


a.      Pengertian Metode Pembelajaran
Zakiah Daradjat mengemukakan bahwa metode adalah “suatu cara kerja yang sistematik dan umum”.[1] 
Adapun mengenai pengertian pembelajaran, Moh. Uzer Usman mengemukakan bahwa pembelajaran adalah “suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar interaksi timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu”.[2]
Sedangkan Ahmad Sabri mengemukakan bahwa metode pembelajaran adalah ”cara-cara atau teknik penyajian bahan pelajaran yang akan digunakan oleh guru pada saat menyajikan bahan pelajaran, baik secara individual atau secara kelompok”.[3]
Dengan demikian, metode pembelajaran adalah suatu cara atau jalan yang ditempuh yang sesuai dan serasi untuk menyajikan suatu materi pelajaran sehingga akan tercapai suatu tujuan pembelajaran yang efektif dan efisien sesuai yang diharapkan.
b.      Pentingnya Metode Pembelajaran
Metode adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam kegiatan belajar mengajar metode diperlukan oleh guru dan pengunaannya bervariasi sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai setelah pengajaran berakhir. Seorang tidak akan dapat melaksanakan tugasnya bila tidak menguasai satupun metode mengajar yang dirumuskan dan dikemukakan para ahli psikologi dan pendidikan.[4]
Untuk memahami pentingnya metode pembelajaran maka perlu memahami terlebih dahulu kedudukan metode sebagai salah satu komponen yang ikut ambil bagian bagi keberhasilan kegiatan belajar mengajar. Kerangka berfikir yang demikian bukanlah suatu hal yang aneh tapi nyata, dan memang betul-betul dipikirkan oleh seorang guru.[5]
c.       Metode Practice-Rehearsal Pair
Metode practice-rehearsal pair (praktek berpasangan) menurut Hisyam Zaini yaitu metode dimana siswa dikelompokkan dalam pasangan-pasangan (berpasangan) dengan temannya sendiri yang satu mengamati dan yang satunya lagi mempraktekkan. [6]
Dalam penjelasan lain Hisyam Zaini menjelaskan bahwa metode practice-rehearsal pair adalah metode sederhana yang dapat dipakai untuk mempraktekkan suatu ketrampilan atau produser dengan teman belajar. Tujuannya adalah untuk meyakinkan masing-masing pasangan dapat melakukan ketrampilan dengan benar. Materi-materi yang bersifat psikomotorik adalah materi yang baik untuk diajarkan dengan metode ini. Dengan metode practice-rehearsal pair (praktek berpasangan) diharapkan siswa mampu memahami materi pelajaran. [7]
d.      Langkah-Langkah Metode Practice-Rehearsal Pair
Dalam pelaksanaan metode  practice-rehearsal pair, ada beberapa langkah-langkah yang perlu diperhatikan diantaranya:
a)        Guru merencanakan dan menetapkan urutan-urutan penggunaan bahan dan alat yang sesuai dengan pekerjaan yang harus dilakukan.
b)        Guru menunjukkan cara pelaksanaan metode practice-rehearsal pair.
c)        Guru menetapkan perkiraan waktu yang diperlukan untuk demonstrasi dan perkiraan waktu yang diperlukan oleh anak-anak untuk meniru.
d)       Anak memperhatikan dan berpartisipasi aktif dalam kegiatan tersebut.
e)        Guru memberikan motivasi atau penguat-penguat yang diberikan, baik bila anak berhasil maupun kurang berhasil. [8]
Kemudian langkah-langkah pelaksanaan metode practice-rehearsal pair yaitu:
1) Guru memilih satu keterampilan yang akan dipelajari oleh siswa
2) Guru membentuk pasangan-pasangan. Dalam setiap pasangan, buat dua peran, yaitu penjelas atau pendemonstrasi dan pengecek/pengamat.
3) Siswa yang bertugas sebagai penjelas atau demonstrator menjelaskan atau mendemonstrasikan cara mengerjakan ketrampilan atau materi yang telah ditentukan oleh guru.
4) Pengecek/pengamat bertugas mengamati dan menilai penjelasan atau demonstrasi yang dilakukan temannya atau pasangannya.
5) Kedua Pasangan bertukar peran,  yang semula demonstrator menjadi pengamat, dan semula pengamat menjadi demnstrator.
6) Proses diteruskan sampai semua ketrampilan atau prosedur dapat dikuasai.[9]
e.       Kelebihan metode Practice-rehearsal Pairs
Metode Practice-rehearsal Pairs menurut Silberman memiliki beberapa kelebihan yaitu:
-     dapat melatih  gladi resik kecakapan  atau prosedur  dengan partner belajar
-     dapat meyakinkan bahwa kedua partner dapat melaksanakan kecakapan atau prosedur
-     memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling mengajar dengan siswa lain
-     membuat siswa benar-benar memahami materi pelajaran
dapat meyakinkan masing-masing pasangan dapat melakukan keterampilan dengan benar


[1] Zakiah Daradjat, dkk., Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008),  1.
[2] Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset, 2008), hlm. 4.
[3] Ahmad Sabri, Strategi Belajar Mengajar dan Micro Teaching, (Jakarta: Quantum Teaching, 2005), hlm. 52.
[4] Saiful Bahri Jamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), 46.
[5] Saiful Bahri Jamarah dan Aswan Zain, 72.
[6] Hisyam Zaini, 81
[7] Hisyam Zaini, 81
[8] Moeslichatoen R, Metode Pengajaran di Taman Kanak-kanak, (Jakarta: Rineka Cipta: 2004), 123-124.
[9] Hisyam Zaini, dkk, 81.

Pengukuran Hasil Belajar

                                                    Pengukuran Hasil Belajar
Pengukuran (measurement) adalah proses pemberian angka atau usaha memperoleh deskripsi numerik dari suatu tingkatan di mana seorang peserta didik telah mencapai karakteristik tertentu.[1]
Pengertian pengukuran seperti dikemukakan oleh Wiersma & Jurs  adalah penilaian numeric pada fakta-fakta dari objek yang hendak diukur menurut criteria atau satuan-satuan tertentu.[2]
Hasil belajar merupakan suatu indikator dari perubahan yang terjadi pada diri siswa setelah mengalami proses belajar dimana untuk mengungkapkannya biasa menggunakan suatu alat penilaian yang ditetapkan guru atau tim ahli.[3]
 Fungsi pengukuran  hasil belajar menurut Muhibbin Syah adalah sebagai berikut:
1)      Mengetahui tingkat kemajuan yang telah dicapai oleh siswa dalam suatu kurun waktu dan proses tertentu.
2)      Mengetahui  posisi atau kedudukan seseorang dalam kelompok kelasnya.
3)      Mengetahui  tingkat usaha yang dilakukan siswa dalam belajar. Hasil yang baik pada umumnya menunjukkan tingkat usaha yang efisien.
4)      Untuk mengetahui sejauh mana siswa telah mendayagunakan kapasitas kognitif (kemampuan kecerdasan yang dimilikinya) untuk keperluan belajar.
5)      Untuk mengetahui tingkat dan hasil metode mengajar yang digunakan dalam proses belajar mengajar.[4]
Penilaian  hasil belajar jika dilihat dari segi alatnya dapat dibedakan menjadi 2 macam yaitu tes dan non tes. Tes ada yang diberikan secara lisan (menuntut jawaban secara lisan) ini dapat dilakukan secara individu maupun kelompok, ada tes tulisan (menuntut jawaban dalam bentuk tulisan), tes ini ada yang disusun secara obyektif dan uraian dan tes tindakan (menuntut jawaban dalam bentuk perbuatan). Sedangkan non tes sebagai alat penilaiannya mencakup observasi, kuesioner, wawancara, skala sosiometri, studi kasus.[5]
Dengan demikian pengukuran hasil belajar bisa menggunakan tes maupun non tes dengan masing-masing alatnya untuk mengetahui tingkat penguasaan materi pelajaran yang selanjutnya sebagai bahan analisis dalam melanjutkan materi berikutnya.


[1] http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/05/01/penilaian-hasil-belajar/27/5/2014.
[2] http://syekhudin.wordpress.com/2013/01/26/pengertian-pengukuran-penilaian-dan-evaluasi/27/5/2014.
[3] http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/presenting/2130843-pengukuran-hasil-belajar/27/5/2014
[4] http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/presenting/2130843-pengukuran-hasil-belajar/27/5/2014
[5] Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2002),   5.

Peningkatan Hasil Belajar

                                                 Peningkatan Hasil Belajar
a.      Pengertian Hasil Belajar
Belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotorik”.[1]
Menurut Slameto, belajar adalah suatu proses perubahan, yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.[2]
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu kegiatan atau aktivitas untuk memperoleh perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotorik.

Perubahan tingkah laku yang terjadi itu sebagai akibat dari kegiatan belajar yang telah dilakukan individu. Perubahan itu adalah hasil yang telah dicapai dari proses belajar. Karena belajar adalah suatu proses, maka dari proses tersebut akan menghasilkan suatu hasil dan hasil dari proses belajar adalah berupa hasil belajar.
Istilah hasil belajar itu sama dengan prestasi belajar. Hasil belajar atau prestasi belajar dapat diraih melalui proses belajar. Belajar tidak hanya mendengarkan dan memperhatikan guru yang sedang memberikan pelajaran di dalam kelas, atau siswa membaca buku, akan tetapi lebih luas dari kedua aktivitas di atas.
Berikut ini beberapa definisi tentang hasil belajar atau prestasi belajar, antara lain:
Menurut Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, hasil belajar atau prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau ketrampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru.[3]
Menurut Mulyono Abdurrahman, hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar.[4] Menurut W.S. Winkel, hasil belajar adalah perubahan sikap atau tingkah laku setelah anak melalui proses belajar.[5]
Dari pemaparan di atas peneliti simpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan siswa yang diperoleh dari proses belajar.
b.      Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Menurut Muhibbin Syah, faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa terdiri dari 3 macam, yaitu: faktor internal, yakni kondisi jasmani dan rohani siswa, faktor eksternal, yakni kondisi lingkungan di sekitar siswa dan faktor pendekatan belajar, yakni stretegi dan metode yang digunakan siswa untuk belajar.[6]
Senada dengan hal tersebut, menurut Sumadi Suryabrata dalam bukunya Psikologi Pendidikan, faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar yaitu faktor dari dalam diri siswa (internal) dan faktor yang berasal dari luar (eksternal). faktor-faktor yang berasal dari dalam diri pelajar yaitu faktor fisiologi dan faktor psikologis, sedangkan yang termasuk faktor yang berasal dari luar diri siswa yaitu faktor non sosial dan faktor sosial.[7] Berikut ini akan peneliti jelaskan kedua faktor tersebut:
                                                 a)      Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri pelajar. Kategori ini dibagi dua yaitu faktor fisiologis dalam belajar dan faktor psikologis dalam belajar. Berikut ini pejelasannya :
1)        Faktor Fisiologis dalam Belajar
Dalam faktor ini terdapat dua bagian, yaitu:
                                                                         a)       Keadaan Tonus Jasmani
Keadaan tonus jasmani adalah keadaan yang  melatar belakangi aktivitas belajar, misalnya nutrisi harus selalu sesuai dengan kebutuhan tubuh jangan sampai kekurangan. Juga beberapa ancaman penyakit seperti sakit gigi, influenza, batuk dan lain-lain.[8] Dengan demikian harus selalu sesuai dengan kebutuhan tubuh jangan sampai kekurangan gizi. Seorang individu yang kekurangan gizi akan berakibat pada menurunnya prestasi belajar.
                                                                         b)      Keadaan Fungsi Jasmani
      Keadaan fungsi jasmani, misalnya panca indera merupakan pintu gerbang masuknya ilmu pengetahuan dalam individu.[9] Oleh sebab itu maka menjaga dan merawatnya merupakan suatu kebutuhan yang mutlak demi penunjangan terciptanya tujuan pembelajaran.
2)        Faktor Psikologis dalam Belajar.
Faktor ini merupakan faktor yang terdapat di dalam diri siswa yang menyangkut perkembangan pribadi siswa tersebut. Di antara hal tersebut adalah sebagai berikut:
(1) Adanya sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia yang luas
(2) Adanya sifat kreatif pada diri manusia
(3) Adanya keinginan untuk mendapat simpati.
(4) Adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan.
(5) Adanya keinginan untuk mendapatkan rasa aman.
(6) Adanya ganjaran atau hukuman sebagai akhir belajar.[10]
Dengan demikian banyak faktor psikologis yang dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa.
                                                 b)      Faktor Eksternal
Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar diri pelajar. Adapun faktor-faktor yang termasuk dalam faktor ekstenal ini antara lain sebagai berikut:
1)   Faktor-faktor non sosial
Faktor ini merupakan faktor yang dapat mempengaruhi belajar seseorang yang terdapat pada alat, tempat, atau keadaan serta lingkungan tempat dilaksanakannya proses pembelajaran. Contoh iklim, waktu, tempat, serta alat peraga yang digunakan.[11] Semua faktor tersebut harus diatur sedemikian rupa sehingga dapat membantu proses belajar secara maksimal. Bangunan tempat pembelajaran berlangsung harus jauh dari kebisingan dan memenuhi syarat-syarat kesehatan. Alat atau media yang digunakan harus memenuhi syarat berdasarkan pertimbangan didaktis, psikologis dan paedagogis.
2)   Faktor-faktor Sosial
Faktor sosial yaitu faktor yang terjadi karena adanya interaksi manusia, baik kehadirannya itu dapat disimpulkan ada, maupun tidak langsung hadir. Contohnya ketika siswa belajar sedangkan di luar terdengar kebisingan atau disisinya terdapat gambar yang mengganggu konsentrasi belajar. Semua faktor tersebut sangatlah menghambat, oleh karena itu maka sedemikian rupa harus diatur demi terciptanya proses belajar yang ideal.[12]
Berangkat dari pendapat di atas, maka dapat peneliti kemukakan secara garis besar faktor yang mempengaruhi prestasi belajar dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu: faktor yang berasal dari dalam diri siswa yang disebut faktor internal dan faktor yang berasal dari luar diri siswa yang disebut eksternal.


[1] Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), 141.
[2] Slameto, Belajar Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya, (Jakarta: Rineka Cipta, 1995), 2.
[3] Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, 895.
[4] Mulyana Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, 37.
[5] W.S. Winkel, Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar, (Jakarta: Gramedia, 1983), 48.
[6] Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan ..., 132.
[7] Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), 233.
[8] Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan,  235.
[9] Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan,  236.
[10] Sumadi Suryabrata,  Psikologi Pendidikan, 236-237.
[11] Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, 233.
[12] Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, 234.