A. Kegunaan Hasil Penelitan
Dengan adanya penelitian
ini, maka hasil penelitian bisa bermanfaat
secara teoritis maupun praktis, yaitu
::
1. Teoretis
Memberikan
kontribusi dalam khazanah keilmuan tentang efektifitas
metode learning by doing dalam
pengembangan emotional intelligence, serta dapat dikembangkan dalam penelitian-penelitian selanjutnya.
2. Praktis
Secara
praktis penelitian ini dapat bermanfaat bagi:
Adapun manfaat praktis
yang diperoleh dalam penelitian ini diantaranya dapat bermanfaat bagi:
a. Kepala RA
Sebagai
masukan bagi kepala RA untuk memantau penggunaan metode pembelajaran yang tepat
sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan efektif.
b. Guru
Sebagai
masukan bagi guru dalam mengembangkan emotional
intellegensi dengan menggunakan metode learning by doing sehingga perlu memasukkan metode tersebut ke
dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) pada
pembelajaran-pembelajaran berikutnya.
c. Siswa
Sebagai
motivator untuk lebih berani melakukan sesuatu yang
baru baik ketika di sekolah maupun di
rumah.
d. Sekolah Tinggi Agama Islam
Pati
Menambah referensi disiplin ilmu yang ada pada
perpustakaan Sekolah Tinggi Agama Islam Pati.
B. Telaah Pustaka
Dalam
telaah pustaka ini peneliti mendeskripsikan beberapa penelitian yang telah
dilakukan oleh para peneliti terdahulu yang ada relevansinya dengan judul
skripsi ini. Adapun karya-karya skripsi tersebut adalah:
Pertama,
skripsi karya Sholihatul Karimah mahasiswa Universitas
Wahid Hasyim Semarang, dengan
judul ”Pengaruh Penerapan Metode Simulasi Terhadap Hasil Belajar PAI Bab Shalat di SD Negeri 01 Kalikalong Tayu Pati Tahun Pelajaran 2008/2009”.
Berdasarkan kesimpulan
dari skripsi tersebut dapat dikemukakan bahwa penerapan metode simulasi mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar siswa bab
shalat pada mata pelajaran
PAI. Hal ini dibuktikan dari hasil analisis statistik dengan menggunakan rumus regresi
yang menunjukkan taraf signifikansi pada taraf 5 % ataupun 1 %. Di mana besarnya Fhit yaitu 45,113, kemudian dibandingkan dengan F tabel dengan df = 2 : 33, untuk taraf signifikansi 1% = 5,34 dan
untuk taraf signifikansi 5 % =
3,30. Sehingga Fhit > F tabel 5 % dan Ft
1 %.[1]
Penelitian di atas menekankan penerapan
metode simulasi, sedangkan pada
penelitian yang akan peneliti lakukan adalah penggunaan metode learning by
doing. Dalam penelitian yang akan peneliti laksanakan
menekankan pada upaya peningkatan emotional intellegence, sedangkan pada penelitian di atas menekankan pada peningkatan
hasil belajar PAI bab shalat.
Kedua, skripsi karya Siti Nur Aini (NIM. 108352), dengan judul ”Upaya
Meningkatkan Keterampilan Wudhu Melalui Metode Simulasi Pada Mata Pelajaran
Pendidikan Agama Islam Kelas II Sekolah Dasar Negeri Ngawen Pati Tahun
Pelajaran 2011/2012”. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa metode simulasi dapat digunakan untuk meningkatkan
keterampilan wudhu peserta didik kelas II Sekolah Dasar Negeri Ngawen 02 Pati
Tahun Pelajaran 2011/2012”. Hal ini ditunjukkan dari beberapa temuan dalam
penelitian tindakan kelas ini yaitu: nilai ketuntasan hasil belajar siswa pada
keterampilan berwudhu pada mata pelajaran PAI Kelas II dari pra siklus sampai
siklus II mengalami peningkatan. pada pra siklus, yaitu sebelum peneliti
melakukan tindakan adalah sebesar 46,87%. Pada siklus I sebesar 68,75% atau mengalami
peningkatan sebesar 21,88% dari para siklus. Sedangkan pada siklus II mencapai
nilai 84,37% atau mengalami kenaikan sebesar 15,62% dari siklus I. Hal ini sesuai dengan indikator pencapaian
yaitu minimal nilai ketuntasan mencapai 80%.[2]
Berbeda
dengan penelitian terdahulu, penelitian ini lebih difokuskan pengembangan emotional intellegence dengan
menggunakan metode learning by doing, sedanngkan pada penelitian
terdahulu menekankan peningkatkan
keterampilan wudhu melalui metode simulasi.
Ketiga,
skripsi Ansori NIM 106032 mahasiswa jurusan Tarbiyah STAI Pati tahun 2010 yang
berjudul “Hubungan antara Kecerdasan Emosional dengan Keberagamaan Remaja
Masjid (IREMA) Desa Margorejo Kec. Margorejo Kab. Pati Tahun 2010”. Fokus
pada penelitian Ansori adalah meneliti hubungan kecerdasan emosional
remaja masjid di desa Margorejo dengan
keberagamaannya.
Hasilnya penelitiannya yaitu ada hubungan yang positif
serta signifikan antara kecerdasan emosional dengan keberagaaman Remaja Masjid
(IREMMA) Desa Margorejo Kec. Margorejo Kab. Pati pada taraf signifkansi 5%
maupun 1%. Hal tersebut dapat dilihat pada nilai r observasi sebesar 0,547 dan
berada diatas r tabel dengan batas penolakan 5% sebesar 0,361. Dan
juga r observasi berada di atas harga r tabel pada taraf signifikansi 1%
sebesar 0,462.[3]
Perbedaannya
dengan skripsi diatas yaitu pada pengaruh kecerdasan emosional, sedangkan
penelitian yang akan peneliti lakukan adalah pada pengembangan kecerdasan emosi
atau emotional intelligence.
Jadi
skripsi dengan judul “Efektifitas Metode Learning By
Doing untuk Pengembangan Emotional
Intelligence di RA. Maslakul Falah Desa
Arumanis Kec. Jaken Kab. Pati Tahun Pelajaran 2014/2015” belum ada yang meneliti dan layak untuk dijadikan
judul skripsi guna menyelesaikan studi Strata Satu.
C. Kerangka Teori
dan Hipotesis
1. Kerangka Teori
a. Metode
Pembelajaran
1)
Pengertian
Metode Pembelajaran
Zakiah Daradjat mengemukakan bahwa metode adalah suatu cara kerja
yang sistematik dan umum.[4]
Sedangkan Ahmad Sabri mengemukakan bahwa metode pembelajaran adalah
cara-cara atau teknik penyajian bahan pelajaran yang akan digunakan oleh guru
pada saat menyajikan bahan pelajaran, baik secara individual atau secara
kelompok.[5]
Dengan demikian, metode adalah seperangkat cara, jalan dan
teknik yang digunakan oleh pendidik dalam proses pembelajaran agar peserta
didik dapat mencapai tujuan pembelajaran atau menguasai kompetensi tertentu
yang dirumuskan dalam silabus mata pelajaran.
Adapun mengenai
pengertian pembelajaran, Moh. Uzer Usman mengemukakan bahwa pembelajaran adalah
suatu proses yang mengandung
serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar interaksi timbal balik yang
berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu.[6]
Berdasarkan dari
beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa metode pembelajaran adalah
suatu cara atau jalan yang ditempuh yang sesuai dan serasi untuk menyajikan
suatu materi pelajaran sehingga akan tercapai suatu tujuan pembelajaran yang
efektif dan efisien sesuai yang diharapkan.
2)
Pentingnya
Metode Pembelajaran
Saiful Bahri Jamarah
mengemukakan bahwa metode adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Dalam kegiatan belajar mengajar metode diperlukan
oleh guru dan pengunaannya bervariasi sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai
setelah pengajaran berakhir. Seorang tidak akan dapat melaksanakan tugasnya
bila tidak menguasai satupun metode mengajar yang dirumuskan dan dikemukakan
para ahli psikologi dan pendidikan.[7]
Bisa difahami bahwa
begitu pentingnya metode pembelajaran sehingga mutlak diperlukan oleh pendidik dalam
proses belajar mengajar supaya tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Saiful Bahri Jamarah
mengungkapkan bahwa system dalam suatu kegiatan belajar mengajar mengandung
sejumlah komponen yang meliputi tujuan, bahan pelajaran, kegiatan belajar
mengajar, metode, alat dan sumber, serta evaluasi pembelajaran.[8]
Selain itu beliau juga
menjelaskan bahwa salah satu usaha yang tidak pernah ditinggalkan adalah
bagaimana memahami kedudukan metode sebagai salah satu komponen yang ikut ambil
bagian bagi keberhasilan kegiatan belajar mengajar. Kerangka berfikir yang
demikian bukanlah suatu hal yang aneh tapi nyata, dan memang betul-betul
dipikirkan oleh seorang guru.[9]
Begitulah pentingnya kedudukan
metode pembelajaran yang tidak dapat disepelekan oleh pendidik sebab merupakan
komponen yang sangat vital dalam suatu proses belajar mengajar. Karena
keberhasilan pembelajaran tidak bisa lepas dari peran metode yang dipergunakan
oleh pendidik.
b. Metode Learning by Doing
1) Pengertian Metode Learning by Doing
Learning by doing menurut John Dewey adalah belajar melalui perbuatan
langsung yang dilakukan siswa secara aktif, baik individual maupun kelompok. [10]
Pembelajaran yang dimaksud Dewey adalah siswa langsung mempraktekan apa
yang ada pada materi pelajaran baik secara individu mapun berkelompok.
Dengan begitu
bisa difahami bahwa metode learning by doing artinya
adalah metode pembelajaran dengan
cara siswa diajak untuk melakukan, melihat, mendengar, merasakan secara
langsung objek yang sedang dipelajari, dengan kata lain mempraktekkannya,
sehingga siswa memahaminya sampai pada tingkatan haqqul yakin (pemahaman
yang sejelas-jelasnya).
2) Bentuk-bentuk Metode Learning by Doing
Syaiful
Bahari Djamarah menyatakan bahwa interaksi edukatif
selayaknya dibangun guru berdasarkan penerapan aktivitas anak didik, yaitu
belajar sambil melakukan (learning by doing). Selain itu, melakukan aktivitas
atau bekerja adalah bentuk pernyataan dari anak didik bahwa pada hakekatnya
belajar adalah perubahan yang terjadi setelah melakukan aktivitas atau bekerja.
Pada kelas-kelas rendah di Sekolah Dasar, aktivitas ini dapat dilakukan sambil
bermain sehingga anak didik akan aktif, senang, gembira, kreatif serta tidak
mengikat.[11]
Kata Dewey, seperti yang dikutip Muis Sad Iman, makna istilah Learning by Doing adalah anak harus bersama-sama, menyelidiki dan mengamati sendiri, berfikir dan
menarik kesimpulan sendiri, membangun dan menghiasi sendiri sesuai dengan
insting yang ada padanya. Tampaklah disini anak belajar sambil bekerja dan
bekerja sambil belajar.[12]
Dari penjelasan
di atas bisa diambil kesimpulan bahwa bentuk pembelajaran dengan metode learning
by doing yaitu dengan cara anak melakukan secara langsung sehingga bisa
mengamati hal-hal yang menjadi pokok pembelajaran.
Ada beberapa metode dan model pembelajaran yang
menekankan pada pengalaman siswa secara langsung, diantaranya adalah:
a) Metode Proyek
Metode proyek
didasarkan pada gagasan John Dewey tentang “learning by doing”, metode
ini sangat mungkin diterapkan karena
metode proyek merupakan salah satu cara pemberian pengalaman belajar
dengan menghadapkan anak pada
persoalan
sehari-hari untuk dipecahkan secara kelompok.[13]
Dalam pelaksanaanya, metode proyek memposisikan guru
sebagai fasilitator yang harus
menyediakan alat dan bahan untuk melaksanakan “proyek” yang berorientasi
pada kebutuhan dan minat anak dan menantang anak untuk mencurahkan segala
kemampuan, keterampilan serta kreativitasnya. Selain itu guru harus menciptakan
situasi yang mengandung makna penting
untuk mengembangkan potensi anak, perluasan minat serta pengembangan
kreativitas dan tanggung jawab, baik secara perseorangan maupun kelompok.
b) Metode Eksperimen
Metode eksperimen juga termasuk metode yang
menggunakan pendekatan learning by
doing, karena metode eksperimen merupakan cara pengajaran dimana guru dan
murid bersama-sama melakukan suatu latihan atau percobaan untuk mengetahui
pengaruh atau akibat dari suatu aksi.[14]
Misal mencangkok pohon jeruk, beternak ayam
buras.
c) Metode Karya Wisata
Metode karya wisata adalah suatu cara penguasaan
bahan pelajaran oleh para anak didik
dengan jalan membawa mereka langsung ke objek yang terdapat di luar kelas atau
di lingkungan kehidupan nyata, agar mereka dapat mengamati ataupun mencermati
secara langsung.[15] Dengan penerapan metode ini anak akan lebih memahami
situasi yang sebenarnya. Sehingga apa yang menjadi bahan pelajaran akan
langsung dapat dicerna oleh peserta didik.
Keterlibatan siswa dalam
pembelajaran tidak hanya sebatas fisik semata, tetapi lebih dari itu terutama adalah
keterlibatan mental emosional, keterlibatan dengan kegiatan kognitif dalam
pencapaian dan perolehan pengetahuan, penghayatan dan internalisasi nilai-nilai
dalam pembentukan sikap dan nilai, dan juga pada saat mengadakan
latihan-latihan dalam pembentukan ketrampilan.[16]
Pada aspek lain guru juga mengkondisikan anak didik dengan menggunakan
bentuk-bentuk pengajaran dalam konteks learning by doing, diantaranya:
a)
Menumbuhkan
motivasi belajar anak
Motivasi berkaitan erat dengan emosi, minat, dan kebutuhan anak didik.
Upaya menumbuhkan motivasi intrinsik yang dilakukan guru adalah mendorong rasa
ingin tahu, keinginan mencoba, dan sikap mandiri anak didik, sedangkan bentuk
motivasi ekstrinsik adalah dengan memberikan rangsangan berupa pemberian nilai
tinggi atau hadiah bagi siswa berprestasi dan sebaliknya.
b)
Mengajak
anak didik beraktivitas
Adalah proses interaksi edukaktif melibatkan intelek-emosional anak didik
untuk meningkatkan aktivitas dan motivasi akan meningkat. Bentuk pelaksanaanya
adalah mengajak anak didik melakukan aktivitas atau bekerja di laboratorium, di
kebun/lapangan sebagai bagian dari eksplorasi pengalaman, atau mengalami
pengalaman yang sam sekali baru.
c)
Mengajar
dengan memperhatikan perbedaan individual
Proses kegiatan belajar mengajar dilakukan dengan memahami kondisi
masing-masing anak didik. Tidak tepat jika guru menyamakan semua anak didik
karena setiap anak didik mempunyai bakat berlainan dan mempunyai kecepatan
belajar yang bervariasi. Seorang anak didik yang hasil belajarnya jelek
dikatakan bodoh. Kemudian menyimpulkan semua anak didik yang hasil belajarnya
jelek dikatakan bodoh. Kondisi demikian tidak dapat dijadikan ukuran, karena
terdapat beberapa faktor penyebab anak memiliki hasil belajar buruk, antara
lain; faktor kesehatan, kesempatan belajar dirumah tidak ada, sarana belajar
kurang, dan sebagainya.
d)
Mengajar
dengan umpan balik
Bentuknya antara lain; umpan balik kemampuan prilaku anak didik (perubahan
tigkah laku yang dapat dilihat anak didik lainnya, pendidik atau anak didik itu
sendiri), umpan balik tentang daya serap sebagai pelajaran untuk diterapkan
secara aktif. Pola prilaku yang kuat diperoleh melalui partisipasi dalam
memainkan peran (role play).
e)
Mengajar
dengan pengalihan
Pengajaran yang mengalihkan (transfer) hasil belajar kedalam situasi-situasi
nyata. Guru memilih metode simulasi (mengajak anak didik untuk melihat proses
kegiatan seperti cara berwudlu dan sholat) dan metode proyek (memberikan
kesempatan anak untuk menggunakan alam sekitar dan atau kegiatan sehari-hari
untuk bertukar pikiran baik sesama kawan maupun guru) untuk pengalihan
pengajaran yang bukan hanya bersifat ceramah atau diskusi, tetapi mengedepankan
situasi nyata.
f)
Penyusunan
pemahaman yang logis dan psikologis
Pengajaran dilakukan dengan memilih metode yang proporsional. Dalam kondisi
tertentu guru tidak dapat meninggalkan metode ceramah maupun metode pemberian
tugas kepada anak didik. Hal ini dilakukan sesuai dengan kondisi materi
pelajaran.[17]
3) Cara Menerapkan Metode Learning by Doing
Pada pembelajaran
anak RA, suatu pengalaman
menjadi faktor yang tak terpisahkan. Pendidikan bagi anak RA harus
diintegrasikan dengan lingkungan kehidupan anak yang banyak menghadapkan dengan
pengalaman langsung. Lingkungan kehidupan anak dalam kelompok, banyak
memberikan pengalaman bagaimana cara melakukan sesuatu yang terdiri dari
serangkaian tingkah laku.[18]
Metode Learning by Doing sangat tepat diterapkan, karena metode
tersebut merupakan salah satu cara pemberian pengalaman belajar dengan
menghadapkan anak dengan persoalan sehari-hari untuk dipecahkan secara
kelompok.[19]
Adapun langkah-langkah yang
dilaksanakan dalam pembelajaran dengan menggunakan metode learning by doing adalah sebagai berikut:[20]
No.
|
Langkah
|
Jenis
Kegiatan
|
1.
|
Persiapan
|
1.
Menciptakan kondisi belajar siswa untuk melaksanakan metode pembelajaran learning
by doing dengan:
-
Menyediakan alat-alat peraga
-
Lokasi pembelajaran
|
2.
|
Pelaksanaan
|
2.
Mengajukan masalah kepada siswa.
Melaksanakan pembelajaran:
-
Menjeaskan sutu prosedur atau proses.
-
Usahakan seluruh siswa dapat mengikuti pembelajaran dengan baik.
-
Menghentikan metode learning by doing, kemudian mengadakan tanya jawab
dengan siswa.
|
3.
|
Evaluasi/tindak
|
3.
Memberi kesempatan kepada siswa untuk melanjutkan sendiri pembelajaran.
4.
Membuat kesimpulan hasil pembelajaran.
5.
Mengajukan pertanyaan kepada siswa.
|
4) Kelebihan
Metode Learning by Doing
Proses pembelajaran menggunakan metode learning
by doing waktunya bisa cepat atau lambat tergantung dari kemampuan siswa
untuk adaptasi maupun menyerap. Jika pelajaran yang dihadapi kebetulan tidak disukai,
tapi karena terpaksa, maka proses pembelajaran akan lambat terserap. Namun,
kalau kebetulan pelajaran yang digeluti adalah yang disukai, maka proses
pembelajaran akan cepat terserap dan dalam jangka tertentu dan dalam
tahapan-tahapan berikutnya bisa masuk dalam kategori cerdas.[21]
Selain itu, metode learning by doing memberikan banyak keuntungan lainnya, diantaranya:
a) Peserta didik mudah
memusatkan perhatian pada suatu tema tertentu,
b) Peserta didik mampu
mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi dasar antar mata
pelajaran dalam tema yang sama;
c) Pemahaman terhadap materi
pelajaran lebih mendalam dan berkesan;
d) Kompetensi dasar dapat dikembangkan lebih baik dengan
mengkaitkan mata pelajaran lain dengan pengalaman pribadi peserta didik;
e) Peserta didik lebih mampu
merasakan manfaat dan makna belajar karena materi disajikan dalam konteks tema
yang jelas;
f) Peserta didik mampu lebih
bergairah belajar karena dapat berkomunikasi dalam situasi nyata, untuk
mengembangkan suatu kemampuan dalam satu mata pelajaran sekaligus mempelajari
matapelajaran lain;
g) Guru dapat menghemat waktu karena mata pelajaran
yang disajikan secara tematik dapat dipersiapkaan sekaligus dan diberikan dalam
dua atau tiga pertemuan, waktu selebihnya dapat digunakan untuk kegiatan
remedial, pemantapan, atau pengayaan.[22]
Itulah kelebihan pembelajaran dengan metode
learning by doing, dimana peserta didik akan lebih bersemangat dalam proses
belajar mengajar karena adanya keterlibatan langsung dengan situasi dan kondisi
yang sebenarnya.
[1]Sholihatul
Karimah, Pengaruh Penerapan
Metode Simulasi Terhadap Hasil Belajar PAI Bab Shalat di SD Negeri 01 Kalikalong Tayu Pati Tahun Pelajaran 2008/2009, Skripsi, (Semarang: Universitas Wahid Hasyim Semarang, 2009).
[2] Siti Nur
Aini, Upaya Meningkatkan
Keterampilan Wudhu Melalui Metode Simulasi Pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama
Islam Kelas II Sekolah Dasar Negeri Ngawen Pati Tahun Pelajaran 2011/2012,
Skripsi, (Pati: STAI Pati, 2011).
[3] Ansori,
“Hubungan antara Kecerdasan Emosional dengan Keberagamaan Remaja Masjid (IREMA)
Desa Margorejo Kec. Margorejo Kab. Pati Tahun 2010”, Skripsi, STAI Pati, 2010,
80-81.
[4] Zakiah Daradjat, dkk., Metodik
Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hlm. 1.
[5] Ahmad Sabri, Strategi Belajar Mengajar
dan Micro Teaching, (Jakarta: Quantum Teaching, 2005), hlm. 52.
[6] Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset,
2008), hlm. 4.
[7] Saiful Bahri Jamarah dan Aswan Zain,
Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), 46.
[8] Saiful Bahri Jamarah dan Aswan Zain,
41.
[9] Saiful Bahri Jamarah dan Aswan Zain,
72.
[10] Sumadi Suryobroto, Psikologi
Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 1984), 247.
[11] Syaiful Bahari Djamarah, Guru
dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000),
186.
[12] Muis Sad Iman, Pendidikan
Partisipatif: Menimbang Konsep Fitrah dan Progresivisme John Dewey,
(Yogyakarta: Safiria Insania Press, 2004), 73-74.
[13]
Moeslichatoen R., Metode Pengajaran di Taman Kanak-kanak (Jakarta:
Rineka Cipta,1999), 137.
[14]
M. Basyiruddin Usman, Metodolog Pembelajaran Islam (Jakarta: Ciputat
Press, 2002), 45.
[15]
Syaiful Bahari Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif ,
240.
[16] Dimyati dan Mudjiono, Belajar
dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta,
2002), 46.
[17] Syaiful Bahari Djamarah, Guru
dan Anak Didik., 186-187.
[18] Conny Semiawan, dkk., Pengenalan Dan Pengembangan Bakat Sejak Dini (Bandung:
Remaja Rosda Karya,1995), 52.
[19] Moeslichatoen R, Metode
Pengajaran di Taman Kanak-kanak, (Jakarta: Rineka Cipta, 1999), 137.
[20] Saiful Bahri Jamarah dan Aswan Zain,
Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006), 101.
[21]
http://smktelkomdu.sch.id/berita-110-learning-by-doing-lebih-mudah-dipahami.Html
/23/2/2014.
[22]
http://tarmizi.wordpress.com/2008/12/04/model-pembelajaran-tematik-kelebihan-dan-kelemahannya/23/2/2014.
No comments:
Post a Comment