Saturday, January 28, 2017

PROPOSAL SKRIPSI PERBEDAAN KEDISIPLINAN MENGAJAR ANTARA GURU YANG SUDAH TERSERTIFIKASI DAN YANG BELUM TERSERTIFIKASI DI YAYASAN SILAHUL ULUM ASEMPAPAN TRANGKIL PATI TAHUN PELAJARAN 2014/2015 (2)

A.      Kerangka Teori dan Hipotesis
1.         Kerangka Teori
a.      Kedisiplinan Guru dalam Mengajar
1)      Pengertian Kedisiplinan
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, disiplin adalah sikap mental yang dinyatakan dengan gerak perilaku yang bersumber dari kesadaran dan kemauan  seseorang  untuk  melaksanakan  tugas  dan  kewajibannya  sesuai dengan peraturan dan hukum yang berlaku.[1]
Soerjono Soekanto mengatakan bahwa kedisiplinan adalah kepatuhan terhadap peraturan  yang  teladitetapkan  sehingga  dalam  pembicaraasehari-hari istilah  tersebut  biasanya  dikaitkan  dengan  keadaan  tertib,  suatu  keadaan dimana perilaku seseorang mengikuti pola-pola tertentu yang telah ditetapkan terlebih dahulu”.[2]
Konsep kedisiplinan berkaitan dengan tata tertib, aturan, atau norma dalam kehidupan bersama (yang melibatkan orang banyak). Menurut Moeliono kedisiplinan artinya adalah ketaatan (kepatuhan) kepada peraturan tata tertib, aturan, atau norma, dan lain sebagainya. Sedangkan pengertian guru adalah suatu komponen manusia dalam proses belajar mengajar yang ikut berperan aktif dalam usaha pembentukan sumber daya manusia”.[3]
Dapat disimpulkan bahwa kedisiplinan adalah segala peraturan atau tata tertib yang telah ditetapkan oleh setiap lembaga sekolah maupun lainnya, yang kesemuanya itu harus dijalankan, ditegakkan, dan dipatuhi oleh individu yang  ada  dalam  lembaga  tersebut.
Selanjutnya pengertian guru, menurut Dimyati, guru adalah semua orang yang berwenang dan bertanggung jawab terhadap pendidikan murid baik secara individual maupun klasikal, baik di sekolah maupun di luar sekolah. Ini berarti bahwa seorang guru minimal harus memiliki dasar-dasar kompetensi sehingga memiliki wewenang dan kemampuan dalam menjalankan tugasnya terutama agar dapat meningkatkan suasana belajar yang kondusif”.[4]
Dapat peneliti simpulkan bahwa kedisiplinan guru adalah suatu ketaatan serta kepatuhan seorang pendidik dalam menjalankan segala peraturan atau tata tertib yang telah diberlakukan di sekolah dengan penuh kesadaran dari dalam dirinya. Karena guru merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam proses pembelajaran di kelas.
2)      Fungsi dan Aspek-aspek Kedisiplinan Guru dalam Mengajar
Sebagai kunci keberhasilan suatu sekolah/madrasah, guru agama dituntut memiliki   disipli kerja   yang   tinggi.   Kedisiplinan sebagai ketaatan menjalankan peraturan mempunyai beberapa fungsi. Diantaranya, kedisiplinan berfungsi sebagai peningkatan produktivitas yang tinggi, kreatifitas dan aktifitas serta motivasi guru dalam mengajar agar tercipta proses belajar menngajar yang efektif dan efisien.
Disisi lain kedisiplinan guru juga berfungsi untuk memperteguh guru dan memberikan kemudahan dalam memperoleh hasil kerja yang memuaskan, memberikan kesiapan bagi guru dalam melaksanakan proses kerja dan akan menunjang hal-hal yang positif dalam melakukan berbagai fungsi kegiatan dan proses kerja guru.
Kedisiplinan guru akan berfungsi apabila guru memiliki aspek-aspek sebagai berikut:
-   Hadir dan pulang tepat waktu.
-   Menandatangani daftar hadir.
-   Membuat program dan persiapan sebelum mengajar.
-   Melaksanakan tugas dan tanggung jawab.
-   Melaksanakan penilaian terhadap pelaksanaan KBM.
-   Menyelesaikan administrasi kelas dan sekolah secara baik dan teratur.
-   Memelihara   dan   menciptakan   lingkungan   kerja   dan   belajar   yang menyenangkan.[5]
Dengan demikian betapa pentingnya kedisiplinan guru,  sebab guru yang memiliki kedisiplinan dalam mengajar  menunjukkan profesionalitasnya.
3)      Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kedisiplinan Guru dalam Mengajar
Agar guru dapat melaksanakan kedisiplinan dalam mengajar, ada beberapa  faktor  yang mempengaruhinya, seperti yang dikemukakan oleh IG. Wursanto, meliputi:
a)      Faktor kepemimpinan
Kepemimpinan adalah proses mengarahkan, membimbing, mempengaruhi  atau  mengawasi  pikiran,  perasaan/tindakan  dan  tingkah laku orang lain.
Oleh sebab itu kepala sekolah selaku pemimpin diharapkan mampu menggerakkan dan mempengaruhi serta membina guru-guru agar dapat mengajar dengan kedisiplinan yang tinggi guna mencapai tujuan institusi yang efektif.[6]
b)      Faktor kebutuhan
Pemenuhan  kebutuhan  merupakan  suatu  tujuan  dari  semua tingkah laku manusia (guru) dalam segala kegiatan/pekerjaan, kebutuhan manusia yang diperlukan adalah kebutuhan yang materil dan moril. Jika kebutuhan tersebut terpenuhi dengan baik, maka hal itu merupakan andil yang cukup besar bagi usaha menegakkan kedisiplinan guru dan diharapkan semua kewajiban sebagai tenaga pengajar akan berjalan baik. Namun sebaliknya, jika kebutuhan tersebut terabaikan maka individu guru akan berusaha mencapainya dengan cara-cara yang cenderung melanggar disiplin.[7]
c)      Faktor pengawasan
Faktor pengawasan/controlling sangat penting dalam usaha mendapatkan kedisiplinan guru. Pengawasan hendaknya dilaksanakan secara efektif, jujur dan objektif. Pengawasan perlu dilaksanakan untuk menegakkan kedisiplinan guru yang sifatnya memang membantu setiap personil agar selalu melaksanakan kegiatannya sesuai dengan tugas dan tanggung jawab masing-masing.[8]
4)   Cara Meningkatkan Kedisiplinan Guru dalam Proses Belajar Mengajar
Dalam rangka peningkatan kedisiplinan guru dalam mengajar, ada tiga hal yang perlu diperhatikan oleh guru, yaitu: kehadiran, pelaksanaan tugas (kegiatan), program tindak lanjut.[9] Untuk lebih jelasnya ketiga hal tersebut di atas dapat dijabarkan sebagai berikut:
                                               a)    Kehadiran
-       Hadir di sekolah 15 menit sebelum pelajaran dimulai dan pulang setelah jam pelajaran selesai.
-       Menandatangani daftar hadir.
-       Hadir dan meninggalkan kelas tepat waktu.
-       Tidak meninggalkan sekolah tanpa seizin Kepala Sekolah.
-       Mencatat kehadiaran siswa setiap hari.[10]
                                               b)    Pelaksanaan tugas (kegiatan)
-       Mengatur siswa yang akan masuk kelas dengan berbaris secara teratur.
-       Melaksanakan semua tugasnya secara tertib dan teratur.
-       Membuat program catur wulan.
-       Membuat persiapan mengajar sebelum mengajar.
-       Mengikuti upacara, peringatan hari besar agama/nasional dan acara lainnya yang diselenggarakan oleh sekolah.
-       Memeriksa setiap pekerjaan atau latihan siswa serta mengembalikan kepada siswa.
-       Menyelesaikan administrasi kelas secara baik dan teratur.
-       Tidak mengajar di sekolah lain tanpa seizin tertulis dari pejabat yang berwenang.
-       Melaksanakan ulangan harian minimal 3 kali dalam satu catur wulan dan ulangan umum setiap akhir catur wulan.
-       Tidak merokok selama berada di lingkungan sekolah.
-       Mengisi buku batas pelajaran setiap selesai mengajar.
-       Mengisi buku agenda guru.
-       Berpakaian olahraga selama memberikan pelajaran praktek olahraga Pendidikan Jasmani dan Kesehatan.
-       Mempersiapkan dan memeriksa alat yang akan dipergunakan dalam pelajaran/praktek Pendidikan Jasmani dan Kesehatan serta mengembalikan pada tempat semula.
-       Mengawasi siswa selama jam istirahat.
-       Mengikuti senam yang dilaksanakan bersama-sama siswa di sekolahnya.
-       Berpakaian rapi dan pantas sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
-       Melaksanakan 5 K.[11]
                                               c)    Program Tindak Lanjut
-       Memeriksa kebersihan anak secara berkala.
-       Membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar dan memberikan program pengayaan kepada yang mempunyai kecakapan lebih.
-       Mengatur pemindahan tempat duduk siswa secara berkala[12]
5)      Manfaat  Kedisiplinan Guru dalam Mengajar
Menurut A. Tabrani Rusyan ada beberapa manfaat kedisiplinan guru antara lain:
-  Kedisiplinan membawa proses kinerja ke arah produktivitas yang tinggi atau menghasilkan kualitas kerja tinggi.
-  Kedisiplinan sangat berpengaruh  terhadap  kreativitas  dan aktivitas  belajar mengajar.
-  Kedisiplinan memperteguh guru untuk memperoleh hasil belajar mengajar yang memuaskan.
-  Kedisiplinan memberi kesiapan bagi guru melaksanakan proses belajar mengajar
-  Kedisiplinan akan menunjang hal-hal positif dalam  melakukan  berbagai kegiatan dan proses belajar mengajar.[13]


b.      Sertifikasi
1)      Pengertian Sertifikasi
Menurut Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan Dosen disebutkn bahwa sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru dan dosen. Sertifikasi pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen sebagai tenaga profesional. [14]
Mulyasa mendefinisikan sertifikasi guru sebagai proses uji kompetensi bagi calon guru atau guru yang ingin memperoleh pengakuan dan atau meningkatkan kompetensi sesuai profesi yang dipilihnya. Representasi pemenuhan standar kompetensi yang telah ditetapkan dalam sertifikasi guru adalah sertifikat kompetensi pendidik. Sertifikat ini sebagai bukti pengakuan atas kompetensi guru atau calon guru yang memenuhi standar untuk melakukan pekerjaan profesi guru pada jenis dan jenjang pendidikan tertentu.[15]
National Commision on Education Services (NCES) memberikan pengertian sertifikasi guru secara lebih umum. Sertifikasi guru merupakan prosedur untuk menentukan apakah seorang calon guru layak diberikan izin dan kewenangan untuk mengajar. Hal ini diperlukan karena lulusan lembaga pendidikan tenaga keguruan sangat bervariasi, baik di kalangan perguruan tinggi negeri maupun swasta .[16]
Jadi, sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru sebagai pengakuan atas kompetensi yang dimiliki dalam melakukan pekerjaannya sebagai guru.
2)      Dasar Pelaksanaan Sertifikasi
Dasar pelaksanaan sertifikasi terdapat dalam Undang Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen  Pasal 8 yang berbunyi “Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidikan, sehat jasmani dan rohani serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional”,[17]  dan di Pasal 11 ayat 1 yang berbunyi “Sertifikat pendidik yang sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan”. Dasar pelaksanaan sertifikasi guru yang lain adalah:
                                             a)           Permendiknas Nomor 18 Tahun 2007 tentang sertifikasi guru dalam jabatan yang ditetapkan 4 Mei 2007
                                             b)           Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
                                             c)           Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru
                                            d)           Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi dan Kompetensi Guru [18]
3)      Kompetensi Guru dalam Sertifikasi
Kompetensi guru dalam sertifikasi terdapat dalam Undang Undang Guru dan Dosen Nomor 14 Tahun 2005 Pasal 10 yang berbunyi Kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.[19]
                                             a)           Kompetensi Pedagogik
Yang dimaksud kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai peotensi yang dimilikinya [20]
                                             b)           Kompetensi Kepribadian
Yang dimaksud kompetensi kepribadian adalah kemampuann kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan  bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.[21]


                                             c)           Kompetensi Profesional
Yang dimaksud kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkannya membimbing peserta didik memenuhi standar  kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan.[22]
                                            d)           Kompetensi Sosial
Yang dimaksud kompetensi sosial adalah kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar.[23]
c.       Pengaruh Tersertifikasi Terhadap Kedisiplinan Guru dalam Mengajar
Kedisiplinan guru menjadi kunci keberhasilan dalam proses belajar mengajar. Sehingga diperlukan dorongan untuk senantiasa memacu kedisiplinan guru. Banyak hal yang bisa mempengaruhi hal itu. Diantaranya yaitu dari faktor pribadi pendidik sendiri, faktor dari kepemimpinan kepala sekolah, maupun dorongan dari luar sekolah yang mengharuskan guru bertindak professional.
Sertifikasi merupakan salah satu pendorong guru untuk lebih professional dalam menjalankan tugasnya sebagai pendidik. Sebab apabila telah tersertifikasi, guru telah diuji kemampuannya, meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi pribadi, kompetensi professional, dan kompetensi  sosial.
Masing-masing kompetensi menunjukkan kematangan guru sebagai pendidik. Dengan kata lain apabila guru telah tersertifikasi menunjukkan guru tersebut telah benar-benar matang, mampu, dan professional dalam mengajar.
Kedisiplinan  guru dalam mengajar mutlak diwujudkan oleh guru yang telah tersertifikasi. Sehingga sertifikasi yang telah dilaksanakan pemerintah  tetap terjaga kualitasnya dan harapan pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa akan terwujud.
2.         Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data.[24]
Adapun hipotesis yang peneliti ajukan dalam penelitian ini adalah:Ada perbedaan kedisiplinan mengajar antara guru yang sudah tersertifikasi dengan yang belum tersertifikasi  di Yayasan Silahul Ulum Asempapan Trangkil Pati tahun pelajaran 2014/2015



[1] Poerdaminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1997), 53.
[2] Soerjono Soekanto, Remaja dan Masalahnya, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990),  79.
[3] Sardiman, AM, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001), 123.
[4] Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1999), 25.
[5] Sardiman, A.M.,  Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, 47.
[6] IG. Wursanto, Dasar-dasar Manajemen Personalia, (Jakarta: Pustaka Dian, 1988), 151
[7] IG. Wursanto, Dasar-dasar Manajemen Personalia, 151.
[8] IG. Wursanto, Dasar-dasar Manajemen Personalia, 151.
[9] Dirjen Dikdasmen, Pengelolaan Sekolah di Sekolah Dasar, (Jakarta: Depdikbud, 1996), 10.
[10] Dirjen Dikdasmen, Pengelolaan Sekolah di Sekolah Dasar, 27.
[11] Dirjen Dikdasmen, Pengelolaan Sekolah di Sekolah Dasar, 28.
[12]Dirjen Dikdasmen, Pengelolaan Sekolah di Sekolah Dasar, 29.
[13]A. Tabrani Rusyan, Upaya Meningkatkan Budaya Kinerja Guru Sekolah Dasar, (Jakarta: Cipta Nusantara, 2001), 56.
[14]UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, 61.
[15] Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), 54
[16] Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan , 55.
[17] UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, 64.
[18] UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, 65.
[19] UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, 65.
[20] PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, (Semarang: MDC Jateng, 2007), 317.
[21] PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, 318.
[22] PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, 318.
[23] PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, 318.
[24] Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2009), 96.

No comments:

Post a Comment