A. Kerangka Teori dan Hipotesis
1.
Kerangka Teori
a.
Kedisiplinan Guru dalam Mengajar
1)
Pengertian Kedisiplinan
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, disiplin
adalah sikap mental yang dinyatakan dengan gerak perilaku yang bersumber dari
kesadaran dan kemauan seseorang untuk
melaksanakan tugas dan
kewajibannya sesuai
dengan peraturan dan hukum yang berlaku.[1]
Soerjono Soekanto mengatakan bahwa kedisiplinan adalah kepatuhan terhadap peraturan yang telah ditetapkan
sehingga dalam pembicaraan sehari-hari istilah
tersebut
biasanya
dikaitkan dengan keadaan tertib, suatu keadaan
dimana perilaku seseorang
mengikuti pola-pola tertentu yang
telah ditetapkan terlebih
dahulu”.[2]
Konsep kedisiplinan berkaitan
dengan tata tertib, aturan, atau norma dalam kehidupan bersama (yang melibatkan
orang banyak). Menurut Moeliono kedisiplinan artinya
adalah ketaatan (kepatuhan) kepada peraturan tata tertib, aturan, atau norma,
dan lain sebagainya. Sedangkan pengertian guru adalah suatu komponen manusia
dalam proses belajar mengajar yang ikut berperan aktif dalam usaha pembentukan
sumber daya manusia”.[3]
Dapat disimpulkan bahwa kedisiplinan adalah
segala
peraturan atau
tata tertib yang telah ditetapkan oleh setiap lembaga sekolah maupun lainnya, yang kesemuanya itu harus
dijalankan, ditegakkan, dan dipatuhi
oleh individu yang ada
dalam lembaga
tersebut.
Selanjutnya pengertian guru, menurut Dimyati, guru adalah
semua orang yang berwenang dan bertanggung jawab terhadap pendidikan murid baik
secara individual maupun klasikal, baik di sekolah maupun di luar sekolah. Ini
berarti bahwa seorang guru minimal harus memiliki dasar-dasar kompetensi
sehingga memiliki wewenang dan kemampuan dalam menjalankan tugasnya terutama
agar dapat meningkatkan suasana belajar yang kondusif”.[4]
Dapat peneliti simpulkan bahwa kedisiplinan guru adalah suatu ketaatan
serta kepatuhan seorang pendidik dalam menjalankan segala peraturan atau tata
tertib yang telah diberlakukan di sekolah dengan penuh kesadaran dari dalam
dirinya. Karena guru merupakan salah
satu
kunci keberhasilan dalam
proses pembelajaran
di kelas.
2) Fungsi dan Aspek-aspek Kedisiplinan Guru dalam Mengajar
Sebagai kunci keberhasilan
suatu sekolah/madrasah, guru agama dituntut memiliki disiplin kerja
yang tinggi. Kedisiplinan sebagai
ketaatan menjalankan peraturan mempunyai beberapa fungsi. Diantaranya, kedisiplinan berfungsi sebagai peningkatan produktivitas yang tinggi, kreatifitas dan aktifitas serta motivasi guru dalam mengajar agar
tercipta proses belajar
menngajar yang
efektif
dan efisien.
Disisi lain kedisiplinan guru juga berfungsi untuk memperteguh guru
dan
memberikan kemudahan dalam memperoleh hasil kerja yang memuaskan,
memberikan kesiapan bagi guru dalam melaksanakan proses kerja
dan
akan menunjang hal-hal yang positif
dalam melakukan berbagai fungsi kegiatan dan
proses kerja guru.
Kedisiplinan guru akan
berfungsi apabila
guru memiliki aspek-aspek
sebagai
berikut:
-
Hadir dan pulang
tepat waktu.
- Menandatangani
daftar hadir.
- Membuat
program dan persiapan sebelum mengajar.
- Melaksanakan
tugas dan tanggung jawab.
- Melaksanakan
penilaian terhadap pelaksanaan KBM.
- Menyelesaikan
administrasi kelas dan sekolah secara baik dan teratur.
- Memelihara dan
menciptakan lingkungan kerja
dan belajar yang menyenangkan.[5]
Dengan demikian betapa pentingnya kedisiplinan guru, sebab
guru yang
memiliki kedisiplinan dalam mengajar menunjukkan profesionalitasnya.
3) Faktor-faktor
yang Mempengaruhi
Kedisiplinan Guru dalam Mengajar
Agar guru dapat melaksanakan kedisiplinan dalam
mengajar, ada beberapa faktor
yang mempengaruhinya, seperti yang dikemukakan oleh IG. Wursanto, meliputi:
a)
Faktor kepemimpinan
Kepemimpinan
adalah
proses
mengarahkan, membimbing, mempengaruhi atau mengawasi pikiran, perasaan/tindakan
dan tingkah laku orang lain.
Oleh
sebab itu kepala sekolah selaku pemimpin diharapkan mampu menggerakkan dan mempengaruhi serta
membina guru-guru
agar dapat mengajar dengan kedisiplinan yang tinggi guna mencapai tujuan institusi yang efektif.[6]
b)
Faktor kebutuhan
Pemenuhan
kebutuhan merupakan
suatu tujuan dari semua
tingkah laku manusia (guru) dalam segala kegiatan/pekerjaan, kebutuhan
manusia yang diperlukan adalah kebutuhan
yang materil dan moril.
Jika
kebutuhan tersebut terpenuhi dengan baik, maka
hal
itu merupakan andil yang cukup
besar
bagi usaha menegakkan kedisiplinan guru dan diharapkan semua
kewajiban sebagai tenaga
pengajar akan berjalan baik. Namun sebaliknya,
jika kebutuhan tersebut terabaikan maka individu guru akan berusaha mencapainya dengan cara-cara yang cenderung melanggar disiplin.[7]
c)
Faktor pengawasan
Faktor pengawasan/controlling sangat penting dalam usaha mendapatkan kedisiplinan guru. Pengawasan hendaknya
dilaksanakan
secara efektif, jujur
dan objektif. Pengawasan perlu dilaksanakan untuk menegakkan
kedisiplinan guru yang
sifatnya memang membantu
setiap personil agar
selalu melaksanakan kegiatannya sesuai
dengan tugas dan tanggung jawab masing-masing.[8]
4)
Cara Meningkatkan Kedisiplinan Guru dalam Proses Belajar Mengajar
Dalam rangka peningkatan kedisiplinan
guru dalam mengajar, ada tiga hal yang perlu diperhatikan oleh guru, yaitu: kehadiran,
pelaksanaan tugas (kegiatan), program tindak lanjut.[9] Untuk lebih
jelasnya ketiga hal tersebut di atas dapat dijabarkan sebagai berikut:
a) Kehadiran
-
Hadir di sekolah 15 menit sebelum
pelajaran dimulai dan pulang setelah jam pelajaran selesai.
-
Menandatangani daftar hadir.
-
Hadir dan meninggalkan kelas tepat
waktu.
-
Tidak meninggalkan sekolah tanpa
seizin Kepala Sekolah.
-
Mencatat kehadiaran siswa setiap
hari.[10]
b) Pelaksanaan
tugas (kegiatan)
-
Mengatur siswa yang akan masuk kelas
dengan berbaris secara teratur.
-
Melaksanakan semua tugasnya secara
tertib dan teratur.
-
Membuat program catur wulan.
-
Membuat persiapan mengajar sebelum
mengajar.
-
Mengikuti upacara, peringatan hari
besar agama/nasional dan acara lainnya yang diselenggarakan oleh sekolah.
-
Memeriksa setiap pekerjaan atau
latihan siswa serta mengembalikan kepada siswa.
-
Menyelesaikan administrasi kelas
secara baik dan teratur.
-
Tidak mengajar di sekolah lain tanpa
seizin tertulis dari pejabat yang berwenang.
-
Melaksanakan ulangan harian minimal
3 kali dalam satu catur wulan dan ulangan umum setiap akhir catur wulan.
-
Tidak merokok selama berada di
lingkungan sekolah.
-
Mengisi buku batas pelajaran setiap
selesai mengajar.
-
Mengisi buku agenda guru.
-
Berpakaian olahraga selama
memberikan pelajaran praktek olahraga Pendidikan Jasmani dan Kesehatan.
-
Mempersiapkan dan memeriksa alat
yang akan dipergunakan dalam pelajaran/praktek Pendidikan Jasmani dan Kesehatan
serta mengembalikan pada tempat semula.
-
Mengawasi siswa selama jam
istirahat.
-
Mengikuti senam yang dilaksanakan
bersama-sama siswa di sekolahnya.
-
Berpakaian rapi dan pantas sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
-
Melaksanakan 5 K.[11]
c) Program
Tindak Lanjut
-
Memeriksa kebersihan anak secara
berkala.
-
Membantu siswa yang mengalami
kesulitan belajar dan memberikan program pengayaan kepada yang mempunyai
kecakapan lebih.
-
Mengatur pemindahan tempat duduk
siswa secara berkala[12]
5) Manfaat Kedisiplinan Guru dalam Mengajar
Menurut A. Tabrani Rusyan ada beberapa
manfaat kedisiplinan guru antara lain:
- Kedisiplinan
membawa proses kinerja ke arah produktivitas yang tinggi atau menghasilkan
kualitas kerja tinggi.
- Kedisiplinan
sangat berpengaruh terhadap kreativitas
dan aktivitas belajar mengajar.
- Kedisiplinan
memperteguh guru untuk memperoleh hasil belajar mengajar yang memuaskan.
- Kedisiplinan
memberi kesiapan bagi guru melaksanakan proses belajar mengajar
-
Kedisiplinan akan menunjang hal-hal positif dalam melakukan
berbagai kegiatan dan proses belajar mengajar.[13]
b.
Sertifikasi
1)
Pengertian Sertifikasi
Menurut Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru
dan Dosen disebutkn bahwa sertifikasi adalah proses pemberian
sertifikat pendidik untuk guru dan dosen. Sertifikasi pendidik adalah bukti
formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen sebagai tenaga
profesional. [14]
Mulyasa mendefinisikan sertifikasi guru
sebagai proses uji kompetensi bagi calon guru atau guru yang ingin memperoleh pengakuan
dan atau meningkatkan kompetensi sesuai profesi yang dipilihnya. Representasi
pemenuhan standar kompetensi yang telah ditetapkan dalam sertifikasi guru
adalah sertifikat kompetensi pendidik. Sertifikat ini sebagai bukti pengakuan
atas kompetensi guru atau calon guru yang memenuhi standar untuk melakukan
pekerjaan profesi guru pada jenis dan jenjang pendidikan tertentu.[15]
National
Commision on Education Services (NCES) memberikan
pengertian sertifikasi guru secara lebih umum. Sertifikasi guru merupakan
prosedur untuk menentukan apakah seorang calon guru layak diberikan izin dan
kewenangan untuk mengajar. Hal ini diperlukan karena lulusan lembaga pendidikan
tenaga keguruan sangat bervariasi, baik di kalangan perguruan tinggi negeri
maupun swasta .[16]
Jadi,
sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru sebagai
pengakuan atas kompetensi yang dimiliki dalam melakukan pekerjaannya sebagai
guru.
2)
Dasar
Pelaksanaan Sertifikasi
Dasar
pelaksanaan sertifikasi terdapat dalam Undang Undang Nomor 14 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen Pasal 8 yang
berbunyi “Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat
pendidikan, sehat jasmani dan rohani serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan
tujuan pendidikan nasional”,[17] dan di Pasal 11 ayat 1 yang berbunyi
“Sertifikat pendidik yang sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 diberikan kepada
guru yang telah memenuhi persyaratan”. Dasar pelaksanaan sertifikasi guru yang
lain adalah:
a)
Permendiknas
Nomor 18 Tahun 2007 tentang sertifikasi guru dalam jabatan yang ditetapkan 4
Mei 2007
b)
Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
c)
Peraturan
Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru
3)
Kompetensi
Guru dalam Sertifikasi
Kompetensi guru
dalam sertifikasi terdapat dalam Undang Undang Guru dan Dosen Nomor 14 Tahun
2005 Pasal 10 yang berbunyi Kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.[19]
a)
Kompetensi
Pedagogik
Yang dimaksud kompetensi pedagogik
adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman
terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil
belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai
peotensi yang dimilikinya [20]
b)
Kompetensi
Kepribadian
Yang
dimaksud kompetensi kepribadian adalah kemampuann kepribadian yang mantap,
stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.[21]
c)
Kompetensi
Profesional
Yang
dimaksud kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran
secara luas dan mendalam yang memungkinkannya membimbing peserta didik memenuhi
standar kompetensi yang ditetapkan dalam
Standar Nasional Pendidikan.[22]
d)
Kompetensi
Sosial
Yang dimaksud kompetensi sosial
adalah kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi
dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan,
orang tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar.[23]
c.
Pengaruh Tersertifikasi Terhadap Kedisiplinan Guru
dalam Mengajar
Kedisiplinan guru menjadi kunci keberhasilan dalam
proses belajar mengajar. Sehingga diperlukan dorongan untuk senantiasa memacu
kedisiplinan guru. Banyak hal yang bisa mempengaruhi hal itu. Diantaranya yaitu
dari faktor pribadi pendidik sendiri, faktor dari kepemimpinan kepala sekolah,
maupun dorongan dari luar sekolah yang mengharuskan guru bertindak
professional.
Sertifikasi merupakan salah satu pendorong guru untuk
lebih professional dalam menjalankan tugasnya sebagai pendidik. Sebab apabila
telah tersertifikasi, guru telah diuji kemampuannya, meliputi kompetensi
pedagogik, kompetensi pribadi, kompetensi professional, dan kompetensi sosial.
Masing-masing kompetensi menunjukkan kematangan guru
sebagai pendidik. Dengan kata lain apabila guru telah tersertifikasi
menunjukkan guru tersebut telah benar-benar matang, mampu, dan professional
dalam mengajar.
Kedisiplinan
guru dalam mengajar mutlak diwujudkan oleh guru yang telah
tersertifikasi. Sehingga sertifikasi yang telah dilaksanakan pemerintah tetap terjaga kualitasnya dan harapan
pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa akan terwujud.
2.
Hipotesis
Hipotesis
merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan
masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan
sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang
relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui
pengumpulan data.[24]
Adapun hipotesis yang peneliti ajukan dalam
penelitian ini adalah: “Ada
perbedaan kedisiplinan mengajar antara guru yang
sudah tersertifikasi dengan
yang belum tersertifikasi di Yayasan
Silahul Ulum Asempapan Trangkil Pati tahun pelajaran 2014/2015”
[3] Sardiman, AM, Interaksi
dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001), 123.
[9] Dirjen Dikdasmen, Pengelolaan
Sekolah di Sekolah Dasar, (Jakarta: Depdikbud, 1996), 10.
[13]A. Tabrani Rusyan, Upaya Meningkatkan Budaya Kinerja Guru Sekolah Dasar,
(Jakarta: Cipta Nusantara, 2001), 56.
[14]UU No.
14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, 61.
[17] UU No.
14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, 64.
[18] UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, 65.
[19] UU No.
14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, 65.
[20] PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan, (Semarang: MDC Jateng, 2007), 317.
[21] PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan, 318.
[22] PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan, 318.
[23] PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan, 318.
[24]
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,
dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2009), 96.
No comments:
Post a Comment