BAB
II
TELAAH
PUSTAKA, KERANGKA TEORI, DAN HIPOTESIS
A. Telaah Pustaka
Dalam
telaah pustaka ini peneliti mendeskripsikan beberapa penelitian yang telah
dilakukan oleh para peneliti terdahulu yang ada relevansinya dengan judul
skripsi ini. Adapun karya-karya skripsi tersebut adalah:
1. Skripsi Ansori NIM 106032 mahasiswa jurusan Tarbiyah STAI Pati tahun 2010 yang
berjudul “Hubungan antara Kecerdasan Emosional dengan Keberagamaan Remaja
Masjid (IREMA) Desa Margorejo Kec. Margorejo Kab. Pati Tahun 2010”.
Fokus pada penelitian
Ansori adalah meneliti hubungan kecerdasan emosional remaja masjid di desa Margorejo dengan
keberagamaannya.
Hasilnya penelitiannya yaitu ada hubungan yang positif
serta signifikan antara kecerdasan
emosional dengan keberagaaman Remaja Masjid (IREMMA) Desa Margorejo Kec.
Margorejo Kab. Pati pada taraf signifkansi 5% maupun 1%. Hal tersebut dapat
dilihat pada nilai r observasi sebesar 0,547 dan berada diatas r tabel dengan
batas penolakan 5% sebesar 0,361.
Dan juga r observasi berada di atas
harga r tabel pada taraf signifikansi 1% sebesar 0,462.[11]
2. Skripsi Siti Masmu’ah NIM:
106018 mahasiswi jurusan Tarbiyah STAI
Pati tahun 2010 yang berjudul “Hubungan antara Ibadah Shalat dengan Perilaku Siswa di Madrasah Tsanawiyah
Mathali’ul Falah Langgenharjo Kec. Juwana Kab. Pati”.
Fokus penelitian Siti
Masmu’ah yaitu meneliti hubungan ibadah solat terhadap prilaku siswa Madrasah
Tsanawiyah Mathali’ul Falah Langgenharjo tahun 2010.
Kesimpulan skripsi
tersebut ada hubungan yang positif antara ibadah shalat dengan perilaku siswa di Madrasah Tsanawiyah
Mathali’ul Falah Langgenharjo tahun 2010. Buktinya yaitu pada analisis data ditemukan r hitung sebesar 0,66
yang kemudian dikonsultasikan dengan r tabel pada taraf signifikansi 5% dan
diperoleh nilai r hitung lebih besar dari r tabel baik pada kesalahan 5% maupun
1`% yaitu 0,664 > 0,339 dan 0,663 > 0,439.[12]
3. Skripsi Siti Halimah NIM:
107466 mahasiswi jurusan Tarbiyah STAI
Pati tahun 2010 yang berjudul “Pengaruh Bimbingan Penyuluhan terhadap
Tingkat Kecerdasan Emosional (Emotional Quotient) Siswa MA Madarijul Huda Kembang Kec.
Dukuhseti Kab. Pati Tahun Pelajaran
2009/2010”.
Fokus penelitian Siti
Halimah adalah meneliti pengaruh Bimbingan Penyuluhan terhadap Tingkat
Kecerdasan Emosional (Emotional Quotient) Siswa MA Madarijul Huda Kembang.
Kesimpulan skripsi
tersebut yaitu ada hubungan yang positif antara bimbingan penyuluhan terhadap
tingkat kecerdasan emosional (emotional quotient) siswa MA Madarijul Huda Kembang Kec.
Dukuhseti Kab. Pati Tahun Pelajaran 2009/2010 yang ditunjukkan dengan
perhitungan F Reg lebih besar dari F tabel dengan angka dalam F Reg 33,63>
2,763 pada taraf signifikansi 1% dan 33,63 > 2,0 pada taraf signifikansi 5%.[13]
Berbeda
dengan penelitian terdahulu, penelitian ini lebih difokuskan pada pengaruh
pelaksanaan shalat dhuha yang dilakukan siswa MTs Luthful Ulum terhadap
kecerdasan spiritual mereka. Jadi skripsi dengan judul “Pengaruh Keaktifan Siswa dalam Mengikuti Shalat Dhuha
Terhadap Kecerdasan Spiritual Anak di MTs Luthful Ulum Pasucen Trangkil Pati
Tahun Pelajaran 2013/2014” belum ada yang meneliti dan layak untuk
dijadikan judul skripsi guna menyelesaikan studi Strata satu.
B. Kerangka Teori
1.
Keaktifan Shalat
Dhuha
a.
Keaktifan Melaksanakan Sholat
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian keaktifan adalah kegiatan;
kesibukan. Sedangkan melaksanakan artinya melakukan; menjalankan;
mengerjakan (rancangan, keputusan).[14]
Shalat
artinya berhadap hati kepada Allah
sebagai ibadah, dalam bentuk beberapa perkatan dan perbuatan, yang dimulai
dengan takbir dan diakhiri dengan salam serta menurut syarat-syarat yang telah
ditentukan syara’.[15]
Menurut Murtadha Muththahari, shalat adalah pendakian ruhani seorang hamba
untuk menemukan kesucian diri.[16]
Jadi
dapat disimpulkan bahwa keaktifan melaksanakan shalat adalah kegiatan
menjalankan ibadah menghadap kepada Allah yang dimulai dengan takbir dan
diakhiri dengan salam disertai ucapan dan perbuatan yang telah diatur dalam
tuntunan Islam dengan tujuan untuk menemukan kesucian diri.
b.
Ciri-ciri Keaktifan Melaksanakan Shalat
Islam
selalu mengajarkan pemeluknya agar senantiasa menghadirkan spirit kehambaanya
dalam bentuk-bentuk amalan, baik yang wajib maupun yang sunah. Spirit kehambaan
ini sangat penting ditumbuhkan agar manusia tidk keluar dari fitrahnya sebagai
hamba yang tugasnya memang mengabdi dan beribadah.[17]
Seorang
hamba yang sadar akan kewajibannya sebagai makhluk Allah sudah barang tentu
akan melaksanakan segala perintah-Nya dengan kesadaran hati. Ada beberapa ciri
keaktifan melaksanakan shalat yaitu:
1) Tekun
Ibadah (shalat) harus
terus-menerus dilakukan sepanjang hayat, sebab hal itu akan membuat badan, roh,
jiwa menjadi selaras. Menurut al Ghazali, ada beberapa hal yang mencirikan
seseorang tekun dalam beribadah
(shalat), yaitu:
-
Memutuskan
hubungan dan kaitan dengan segala hal
-
Membersihkan
hati dari segala hal
-
Menghadapkan
diri kepada Allah Swt
Ketekunan
dalam shalat sebenarnya bukan kewajiban lagi bagi mereka yang sudah merasakan
nikmatnya shalat, tapi merupakan kebutuhan, sebagaimana jasad ini memerlukan
makanan dan air setiap harinya.[18]
Ketekunan
melaksanakan shalat dhuha bukan pada saat iman dan takwa meningkat dan tidak
ada kesibukan apapun. Namun mampu menyempatkan diri di tengah-tengah kesibukan
beraktifitas, dan aktifitas tidak menjadi terbengkalai karena melaksanakannya.
Orang yang tekun melaksanakan shalat dhuha akan optimis menggapai prestasi
mengukir karya terbesar dalam hidup.[19]
2)
Patuh
Tingkatan kepatuhan
dalam menjalankan shalat merupakan gambaran halus tidaknya perasaan seseorang.
Semakin tinggi tingkat kepatuhan dalam shalat akan semakin sensitif perasaan
seseorang dalam berinteraksi. Tingkat kepatuhannya akan mengubah ketidakbenaran
akan tinggi. Citra Allah hanya dapat dipahami jika hati manusia sudah terbebas
dari keluhan dan persepsi buruk terhadap-Nya.[20]
Kepatuhan
menghasilkan perbuatan-perbuatan baik yang dianjurkan oleh Allah. Dengan patuh menghadap
Allah melalui shalat maka akan menghindarkan penyakit hati yang sangat
membahayakan.[21]
3) Sadar Hati
Seseorang yang aktif melaksanakan shalat akan muncul kesadaran hati bahwa dalam hidup butuh menyandarkan segala hal kepada Allah. Kesadaran
hati antara hamba dengan Sang Pencipta akan muncul jika seseorang mampu
memahami sekaligus merasakan makna spiritual shalat, maka pengetahuan fitrah
dalam jiwa dan hatinya akan tersingkap.[22]
Ada
hubungan yang erat antara hati, jiwa, dan pembentukan kepribadian. Sebagaimana
filosof terkemuka Plato pernah mengatakan bahwa jiwa adalah pusat atau inti
sari kepribadian manusia.[23]
c.
Pengertian Shalat
Dhuha
Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia
yang dimaksud dengan
waktu dhuha adalah waktu
menjelang tengah hari
(kurang lebih pukul
10.00).[24]
Sedangkan menurut Ubaid Ibnu Abdillah, yang dimaksud dengan shalat dhuha adalah
shalat sunnah yang dikerjakan ketika pagi hari pada saat matahari sedang naik.[25]
Mengenai
waktu shalat dhuha Ubaid Ibnu Abdillah memaparkan yaitu disaat matahari sudah
naik kira-kira sepenggal atau kira-kira setinggi 7 hasta dan berakhir di
saat matahari lingsir (sekitar pukul 07.00 sampai masuk waktu dhuhur), akan
tetapi disunnahkan melaksanakannya di waktu yang agak akhir yaitu di saat
matahari agak tinggi dan panas terik.[26]
Dalam
hadis Nabi Muhammad Saw disebutkan:
حَدَّثَنَا أَبُو
نُعَيْمٍ قَالَ حَدَّثَنَا سَيْفُ بْنُ سُلَيْمَانَ سَمِعْتُ مُجَاهِدًا يَقُولُ أُتِيَ ابْنُ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا فِي
مَنْزِلِهِ فَقِيلَ لَهُ هَذَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَدْ دَخَلَ الْكَعْبَةَ قَالَ فَأَقْبَلْتُ فَأَجِدُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ خَرَجَ وَأَجِدُ بِلَالًا عِنْدَ الْبَابِ
قَائِمًا فَقُلْتُ يَا بِلَالُ أَصَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فِي الْكَعْبَةِ قَالَ نَعَمْ قُلْتُ فَأَيْنَ قَالَ بَيْنَ هَاتَيْنِ
الْأُسْطُوَانَتَيْنِ ثُمَّ خَرَجَ فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ فِي وَجْهِ الْكَعْبَةِ قَالَ أَبُو عَبْد اللَّهِ قَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَوْصَانِي النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
بِرَكْعَتَيْ الضُّحَى وَقَالَ عِتْبَانُ بْنُ مَالِكٍ غَدَا عَلَيَّ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
بَعْدَ مَا امْتَدَّ النَّهَارُ وَصَفَفْنَا وَرَاءَهُ فَرَكَعَ رَكْعَتَيْنِ
Artinya: Telah
menceritakan kepada kami Abu Nu'aim berkata, telah menceritakan kepada kami
Sayf bin Sulaiman aku mendengar Mujahid berkata, " Ibnu'Umar radliallahu
'anhuma ditemui di rumahnya lalu dikatakan kepadanya bahwa Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam masuk Ka'bah" Dia berkata: "Maka aku
susul Beliau namun Beliau sudah keluar dari dalam Ka'bah dan aku hanya
mendapatkan Bilal sedang berdiri di depan pintu. Aku tanyakan kepadanya;
"Wahai Bilal, apakah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mendirikan
shalat dalam Ka'bah?" Bilal menjawab: Iya". Aku berkata lagi;
"dimana beliau shalat?" Dia menjawab: "Diantara dua tiang, kemudian
keluar dan mendirikan shalat dua raka'at di depan Ka'bah". Berkata Abu
'Abdullah: berkata, Abu Hurairah radliallahu 'anhu: "Nabi shallallahu
'alaihi wasallam telah mewasiatkan aku agar melaksanakan shalat Dhuha dua
raka'at". Dan berkata, 'Utban bin Malik: Aku pernah bersama Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam dan Abu Bakar radliallahu 'anhu di waktu pagi hari
hingga siang mulai meninggi, lalu Beliau shallallahu 'alaihi wasallam
membariskan kami di belakangnya kemudian shalat dua raka'at". (HR. Bukhari
- 1101)[27]
d.
Keutamaan Shalat
Dhuha
Shalat dhuha sebagai shalat sunnah memiliki banyak sekali keutamaan. Sehingga sangatlah baik
apabila shalat ini dilaksanakan secara istiqomah yakni dengan membiasakan
setiap
hari
dalam melaksanakannya. Diantara keutamaan-keutamaan
shalat dhuha adalah sebagai berikut:
1)
Dosa-dosa Diampuni
Dalam
al Qur’an Allah Swt berfirman:
ÉOÏ%r&ur no4qn=¢Á9$# ÇnûtsÛ Í$pk¨]9$# $Zÿs9ãur z`ÏiB È@ø©9$# 4 ¨bÎ) ÏM»uZ|¡ptø:$# tû÷ùÏdõã ÏN$t«Íh¡¡9$# 4 y7Ï9ºs 3tø.Ï úïÌÏ.º©%#Ï9 ÇÊÊÍÈ
Artinya:“Dan dirikanlah sembahyang itu pada kedua
tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan daripada malam.
Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa)
perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang
ingat”. (QS. Huud, 114).[28]
Dalam hadis Nabi Muhammad Saw juga bersabda:
حَدَّثَنَا
وَكِيعٌ قَالَ حَدَّثَنَا النَّهَّاسُ بْنُ قَهْمٍ الصُّبَحِيُّ عَنْ شَدَّادٍ
أَبِي عَمَّارٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ,قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ حَافَظَ عَلَى شُفْعَةِ
الضُّحَى غُفِرَتْ لَهُ ذُنُوبُهُ وَإِنْ كَانَتْ مِثْلَ زَبَدِ الْبَحْرِ
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Waki' berkata; telah
menceritakan kepada kami An Nahas bin Qahm Ash Shubahi dari Syaddad Abu 'Ammar
dari Abu Hurairah berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa menjaga shalat dhuha maka dosa-dosanya akan diampuni walaupun
seperti buih di lautan." (HR. Ahmad - 9339).[29]
Dari
al Qur’an dan Hadis di atas menegaskan bahwa orang yang membiasakan melaksanakan
shalat dhuha akan diampuni dosa-dosanya. Maka bisa dikatakan bahwa ampunan dosa
tersebut merupakan pemberian pahala itu sendiri.[30]
Umat
Islam harus menekan diri agar terhindar dari perbuatan yang merugikan diri dan
dapat menjerumuskan pada siksa dan neraka. Yaitu dengan memperbanyak amalan
kebaikan berupa amalan-amalan sunnah.[31]
2)
Rezeki
Tercukupi
Keutamaan-keutamaan shalat dhuha yang bisa diperoleh
berdasarkan pada hadis Nabi Muhammad SAW yang lain adalah
rezeki dicukupi:
حَدَّثَنَا دَاوُدُ بْنُ رُشَيْدٍ حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ عَنْ سَعِيدِ بْنِ
عَبْدِ الْعَزِيزِ عَنْ مَكْحُولٍ عَنْ كَثِيرِ بْنِ مُرَّةَ أَبِي شَجَرَةَ عَنْ
نُعَيْمِ بْنِ هَمَّارٍ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَقُولُ يَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ يَا ابْنَ آدَمَ لَا تُعْجِزْنِي
مِنْ أَرْبَعِ رَكَعَاتٍ فِي أَوَّلِ نَهَارِكَ أَكْفِكَ آخِرَهُ
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Daud bin
Rusyaid telah menceritakan kepada kami Al Walid dari Sa'id bin Abdul Aziz dari
Makhul dari Katsir bin Murrah Abu Syajarah dari Nu'aim bin Hammar dia berkata;
saya mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Allah
'azza wajalla berfirman; Wahai anak Adam, janganlah kamu meninggalkan-Ku
(karena tidak mengerjakan) empat raka'at pada permulaan siang, niscaya aku akan
mencukupi kebutuhanmu di sore hari." (HR. Abu Daud - 1097)[32]
Hadis
di atas menegaskan bahwa dengan
melaksanakan shalat dhuha dapat mendatangkan rezeki dan menjauhkan kemiskinan. Pada hadis
sebelumnya dikatakan bahwa orang yang membiasakan shalat dhuha akan diampuni
dosa-dosanya. Dari dua hadis ini bisa disimpulkan bahwa orang yang membiasakan
shalat dhuha adalah orang yang bertaubat.[33]
3)
Cerdas Diri
Maksud
hadis yang atinya “akan Aku cukupkan kebutuhanmu pada akhir harimu”
tentu bukan sebatas terpenuhinya kebutuhan fisik. Rezeki adalah sesuatu yang
memiliki nilai manfaat bagi kehidupan manusia di dunia ini.
Dilapangkan
rezeki ini bisa diartikan sebagai ketangguhan mental tatkala mengurai benang
kusut permasalahan. Ketangguhan pribadi yang tegak, kukuh dan kuat.
Ketangguhan
pribadi adalah modal yang diperlukan untuk mempertahankan diri dari serangan
berbagai masalah. Sebelum mendapatkan uang, misalnya, dibutuhkan kecakapan
mengelola mental dan emosi, sehingga logis kalau dikatakan bahwa kuatnya mental
adalah salah satu dari rezeki juga.[34]
Orang yang
istiqomah shalat dhuha akan optimis menggapai prestasi mengukir karya
terbesar dalam hidupnya, entah cepat atau lambat. Langkahnya tegak tanpa tengok
kanan dan kiri walaupun cobaan datang silih berganti. Mental yang lemah dapat
ia kuatkan, sehingga mampu menjadi manusia yang tangguh dan tak terkalahkan
oleh apapun juga.[35]
Sebenarnya manusia adalah sebuah entitas makhluk sempurna,
yang diciptakan oleh Sang Maha pemilik Kesempurnaan dan ia juga sebagai
khalifah bumi, pemimpin di bumi, sehingga hal tersebut seharusnya mampu
dirasakan serta disyukuri lewat aktifitas shalat, yaitu aktifitas yang mengajak
manusia untuk menuju dimensi murni yang begitu suci, menuju ke Perbendaharaan
Tersembunyi untuk menyatu dengan diri-Nya.[36]
Dalam melaksanakan shalat dhuha seseorang melaksanakan
proses mi’raj (naik) ke hadirat Ilahi rabbi sehingga dengan mi’raj
tersebut telah melupakan semua beban yang telah
menimpanya. Demikian seseorang akan menghasilkan sebuah
ketenangan dan kedamaian dalam hatinya.
e.
Indikator Keaktifan
Melaksanakan Shalat Dhuha
Ada
beberapa indikator keaktifan melaksanakan shalat dhuha, antara lain:
1) Rajin
Melaksanakan Shalat Dhuha Setiap Hari
Dari hadis riwayat Imam Buhari dijelaskan bahwa:
حَدَّثَنَا
عَلِيُّ بْنُ عَاصِمٍ حَدَّثَنَا لَيْثُ بْنُ أَبِي سُلَيْمٍ عَنْ مُجَاهِدٍ عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ أَوْصَانِي
خَلِيلِي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِثَلَاثٍ أَنْ لَا أَنَامَ إِلَّا
عَلَى وِتْرٍ وَصَوْمِ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ وَرَكْعَتَيْ
الضُّحَى
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Ali bin
'Ashim, dia berkata; telah menceritakan kepada kami Laits bin Abu Sulaim dari
Mujahid dari Abu Hurairah, dia berkata; "Kekasihku shallallahu 'alaihi
wasallam menasihatiku dengan tiga perkara; supaya aku tidak tidur sehingga aku
shalat witir, berpuasa tiga hari pada setiap bulannya dan mengerjakan dua
rakaat shalat dhuha." (HR. Ahmad - 10078)[37]
Dalam hidup manusia memang selalu penuh dengan aktivitas dan kesibukan. namun perlu
disadari bahwa disela kesibukan dan padatnya aktivitas, terdapat waktu yang
menjadi kunci dalam meraih keberkahan hidup.[38] Maka
sudah barang tentu perlu digiatkan melaksanakan shalat dhuha setiap hari agar apa yang menjadi tujuan hidup
kita bisa tercapai.
Habit is second nature (kebiasaan adalah
karakter kedua). Begitulah ungkapan berbahasa Inggris. Kebiasaan yang tertanam
dalam diri akan berpengaruh membentuk sebuah kepribadian. Dengan rajin
melaksanakan shalat dhuha akan membentuk sebuah kepribadian yang ungul, pribadi
yang memiliki prinsip kuat.[39]
2) Melaksanakan
Shalat Dhuha
dengan Senang Hati
Suatu aktifitas akan terlihat cerah di wajah apabila
tidak melibatkan tendensi apapun. Melaksanakan shalat dhuha dengan senang hati
akan menjadikan hati tenang, dan rona kebahagiaan terpancar dari auranya.
Selain itu juga bisa menjadi penuntun sekaligus cahaya yang menerangi setiap
jalan yang gelap dalam kehidupan.[40]
Hamba yang ikhlas akan melaksanakan shalat dhuha
dengan senang hati tanpa ada paksaan dari siapapun juga, karena mengharap ridla
Allah-lah yang mendasari rasa senang hati tersebut.
3) Melaksanakan
Shalat Dhuha dengan
Khusuk
Khusuk adalah suatu kondisi kejiwaan dimana hanya
ingat kepada Allah Swt saja.[41]
Seseorang yang aktif melaksanakan shalat Dhuha akan
mampu mendalami makna dari shalat tersebut. Dengan mendalami makna shalat akan
menghayati kehadiran Allah dalam jiwa dan meyakini segala kekuasaan dan
kebenaran-Nya.[42]
Berhadapan dengan Allah dalam keadaan khusuk, berserah
diri, dan pengosongan diri dari kesibukan dan permasalahan hidup dapat menimbulkan
perasaan tenang, damai dalam jiwa manusia, dapat mengatasi rasa gelisah yang ditimbulkan
oleh tekanan jiwa dan masalah kehidupan.[43]
4) Melaksanakan
Shalat Dhuha dengan Kesadaran
Hati
Shalat (dhuha) sifatnya mengikat tetapi tidak memaksa.
Yang ada adalah ikatan yang timbul dari rasa ikhlas dan ridla antara hamba
dengan Allah Swt.[44]
Setiap apapun yang dilakukan dengan kesadaran hati
dapat memberi nilai positif dan tidak akan membuat tertekan. Apabila
melaksanakan shalat dhuha dengan kesadaran hati akan dapat menyatukan hati
dengan Allah Swt.[45]
Melaksanakan shalat dhuha dengan kesadaran hati dan
keikhlasan akan memperbaiki emosional positif dan efektifitas coping (stress yang menekan akibat masalah
yang dihadapi). [46]
2.
Kecerdasan Spiritual
a.
Pengertian Kecerdasan Spiritual
Secara
konseptual kecerdasan spiritual terdiri dari gabungan kata kecerdasan dan
spiritual. Kecerdasan berasal dari kata cerdas yaitu sempurna perkembangan akal
budi untuk berfikir dan mengerti.[47]
Sedangkan spiritual berasal dari kata spirit yang berasal dari bahasa latin
yaitu spritus yang berarti nafas. Dalam istilah modern mengacu kepada
energi batin yang non jasmani meliputi emosi dan karakter.[48] Dalam
kamus psikologi spirit adalah suatu zat atau makhluk immaterial, biasanya
bersifat ketuhanan menurut aslinya, yang diberi sifat dari banyak ciri
karakteristik manusia, kekuatan, tenaga, semangat, vitalitas energi disposisi,
moral atau motivasi.[49]
Kecerdasan
spiritual di dunia barat dipopulerkan oleh Danah Zohar dan
Ian Marshall pada pertengahan tahun 2000. Berikut ini beberapa pendapat
tentang kecerdasan spiritual menurut para ahli:
a)
Marsha Sinetar
Sinetar mendefinisikan kecerdasan spiritual adalah pemikiran yang
terilhami. Kecedasan ini diilhami oleh dorongan dan efektifitas, keberadaan
atau hidup keilahian yang mempersatukan kita sebagai bagian-bagiannya.[50]
b)
Danah Zohar
dan Ian Marshall
Zohar dan Marshall mendefinisikan kecerdasan spiritual adalah kecerdasan moral kita, yang memberi kita sebuah kemampuan bawaan untuk
membedakan yang benar dengan yang salah. Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan
yang kita gunakan untuk kebaikan, kebenaran, keindahan, dan kasih sayang dalam
hidup kita.
Kecerdasan spiriual adalah kecerdasan yang kita pakai untuk mengakses makna,
nilai, tujuan terdalam, dan motivasi tertinggi kita.[51]
c)
Ary Ginanjar Agustian
Agustian
mendefinisikan kecerdasan spiritual adalah kemampuan untuk
memberi makna
spiritual terhadap pemikiran, prilaku, dan kegiatan yang mampu menyinergikan kecerdasan
intelektual, kecerdasan emosi, dengan kecerdasah spiritual secara
komprehenshif.[52]
Dari
beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa definisi kecerdasan
spiritual adalah kemampuan potensial setiap manusia yang menjadikan seseorang
dapat menyadari dan menentukan makna, nilai, moral, serta cinta terhadap
kekuatan yang lebih besar dan sesama makhluk hidup. Karena merasa sebagai
bagian dari keseluruhan, sehingga membuat manusia dapat menempatkan diri dan
hidup lebih positif dengan penuh
kebijaksanaan, kedamaian, dan
kebahagiaan yang hakiki.
b.
Fungsi Kecerdasan Spiritual
Agama
lebih berdasar atas bimbingan wahyu (naql), sedangkan sains lebih atas
tuntunan rasio (aql) adalah premis yang sudah diketahui dan disepakati
oleh banyak orang. Namun formasi ideal tentang relasi keduanya seringkali
menjadi topik yang menarik untuk didiskusikan. Padahal keduanya pada hakikatnya
Agama lebih bersumber pada ayat-ayat qauliyyah (al Qur’an), sedangkan
sains lebih bersumber pada ayat-ayat kawniyyah (alam semesta). Jelasnya
keduanya tidak bertentangan akan tetapi
saling melengkapi dan komplementer.[53]
Kemuliaan
terbesar yang Allah karuniakan adalah akal yang menyadarkan manusia akan
keindahan. Namun ketidaktahuan akal akan diri dan pengetahuan apa yang dia kendalikan dan bedakan menunjukkan bahwasanya akal merupakan materi yang
disusun, dibentuk, dicipta dan dikendalikan dan diatur oleh Sang Maha Pengatur.[54]
Fungsi
dari kecerdasan spiritual adalah konsep universal yang mampu menghantarkan
seseorang pada predikat memuaskan bagi dirinya sendiri juga bagi sesamanya. Ia
pula yang dapat menghambat segala hal yang kontra produktif terhadap kemajuan
umat manusia.[55]
Kecerdasan
spiritual juga menolong seorang individu untuk berkembang. Lebih dari sekedar melestarikan
apa yang diketahuinya atau yang telah ada, namun juga membawa pada apa yang
tidak diketahuinya. Kecerdasan spiritual juga membuat manusia menghasratkan
motivasi-motivasi yang lebih tinggi dan membuatnya bertindak berdasarkan
motivasi-motivasi ini.[56]
Anak-anak
yang mempunyai kecerdasan spiritual mencari pembaruan diri yang masuk akal.
Mereka mencari berbagai cara untuk kembali tumbuh secara mental dan sanggup
menghadapi kesulitan besar jika orang tua (atau orang lain) menciptakan
kondisi-kondisi keluarga dan belajar yang represif.[57]
c.
Aspek-aspek dalam Kecerdasan Spiritual
Menurut Zohar dan Marshall, aspek-aspek kecerdasan
spiritual mencakup hal-hal berikut:
a. Kemampuan bersikap fleksibel.
Kemampuan individu untuk bersikap adaptif secara spontan dan aktif, memiliki
pertimbangan yang dapat dipertanggungjawabkan di saat menghadapi beberapa
pilihan.
b. Tingkat kesadaran diri yang
tinggi. Kemampuan individu untuk mengetahui batas wilayah yang nyaman untuk
dirinya, yang mendorong individu untuk merenungkan apa yang dipercayai dan apa
yang dianggap bernilai, berusaha untuk memperhatikan segala macam kejadian dan peristiwa
dengan berpegang pada agama yang diyakininya.
c. Kemampuan untuk menghadapi dan
memanfaatkan penderitaan. Kemampuan individu dalam menghadapi penderitaan dan
menjadikan penderitaan yang dialami sebagai motivasi untuk mendapatkan
kehidupan yang lebih baik di kemudian hari.
d. Kemampuan untuk menghadapi dan
melampaui rasa sakit. Kemampuan individu dimana di saat dia mengalami sakit, ia akan menyadari
keterbatasan dirinya, dan menjadi lebih dekat dengan Tuhan dan yakin bahwa
hanya Tuhan yang akan memberikan kesembuhan.
e. Kualitas hidup yang diilhami
oleh visi dan nilai-nilai. Kualitas hidup individu yang didasarkan pada tujuan
hidup yang pasti dan berpegang pada nilai-nilai yang mampu mendorong untuk
mencapai tujuan tersebut.
f. Keengganan untuk menyebabkan
kerugian yang tidak perlu. Individu yang mempunyai kecerdasan spiritual tinggi
mengetahui bahwa ketika dia merugikan orang lain, maka berarti dia merugikan
dirinya sendiri sehingga mereka enggan untuk melakukan kerugian yang tidak
perlu.
g. Berpikir secara holistik.
Kecenderungan individu untuk melihat keterkaitan berbagai hal.
h. Kecenderungan untuk bertanya
mengapa dan bagaimana jika untuk mencari jawaban-jawaban yang mendasar.
i. Menjadi pribadi
mandiri. Kemampuan individu
yang memiliki kemudahan untuk
bekerja melawan konvensi dan tidak tergantung dengan orang lain. [58]
d.
Cara-cara Mencapai Kecerdasan Spiritual
Agustian
memberi konsep yang diyakini mampu melahirkan manusia unggul, namun bukanlah
sebuah program kilat. Dan tidak akan terjadi tanpa suatu proses yang
berkelanjutan dan komitmen yang kuat pada diri. Cara-cara tersebut adalah
sebagai berikut:[59]
1)
Penjernihan Emosi
Menurut
Agustian, penjernihan hati adalah sebuah landasan awal dalam memahami pemikiran
tentang kecerdasan spiritual. Maknanya adalah dibutuhkan kejernihan hari
sebelum mencari dan menemukan kebenaran. Yaitu kebenaran yang sesuai dengan
Tuhan Sang Pencipta. Ketika Nabi Muhammad SAW menerima wahyu yang pertama, sang
Jibril berkata: “Baca! (Iqra!).” dan dijawab “Saya tak dapat membaca.”
Kisah ini memancarkan sebuah pesan subi yang dalam maknanya, yaitu tentang
pentingnya kebersihan hati melalui proses penjernihan hati sebelum menerima
cahaya Ilahi.[60]
Nabi
Muhammad Saw bersabda:
حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ نُمَيْرٍ الْهَمْدَانِيُّ حَدَّثَنَا أَبِي
حَدَّثَنَا زَكَرِيَّاءُ عَنْ الشَّعْبِيِّ عَنْ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ قَالَ
سَمِعْتُهُ يَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ وَأَهْوَى النُّعْمَانُ
بِإِصْبَعَيْهِ إِلَى أُذُنَيْهِ إِنَّ الْحَلَالَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الْحَرَامَ
بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا مُشْتَبِهَاتٌ لَا يَعْلَمُهُنَّ كَثِيرٌ مِنْ النَّاسِ
فَمَنْ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ اسْتَبْرَأَ لِدِينِهِ وَعِرْضِهِ وَمَنْ وَقَعَ فِي
الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِي الْحَرَامِ كَالرَّاعِي يَرْعَى حَوْلَ الْحِمَى يُوشِكُ
أَنْ يَرْتَعَ فِيهِ أَلَا وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمًى أَلَا وَإِنَّ حِمَى
اللَّهِ مَحَارِمُهُ أَلَا وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ
الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلَا وَهِيَ
الْقَلْبُ.
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin
Abdullah bin Numair Al Hamdani telah menceritakan kepada kami Ayahku telah
menceritakan kepada kami Zakaria dari As Sya'bi dari An Nu'man bin Basyir dia berkata,
"Saya mendengar dia berkata, "Saya pernah mendengar Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda -Nu'man sambil menujukkan dengan dua
jarinya kearah telinganya-: "Sesungguhnya yang halal telah nyata (jelas)
dan yang haram telah nyata. Dan di antara keduanya ada perkara yang tidak
jelas, yang tidak diketahui kebanyakan orang, maka barangsiapa menjaga dirinya
dari melakukan perkara yang meragukan, maka selamatlah agama dan harga dirinya,
tetapi siapa yang terjatuh dalam perkara syubhat, maka dia terjatuh kepada
keharaman. Tak ubahnya seperti gembala yang menggembala di tepi pekarangan,
dikhawatirkan ternaknya akan masuk ke dalamnya. Ketahuilah, setiap raja itu
memiliki larangan, dan larangan Allah adalah sesuatu yang diharamkannya.
Ketahuilah, bahwa dalam setiap tubuh manusia terdapat segumpal daging, jika
segumpal daging itu baik maka baik pula seluruh badannya, namun jika segumpal
daging tersebut rusak, maka rusaklah seluruh tubuhnya. Ketahuilah, gumpalan
darah itu adalah hati." (HR.
Muslim - 2996).[61]
Telah
jelas dengan hadis ini bahwa yang menjadi pokoknya adalah hati dan ia bagaikan
pemimpin yang ditaati di dalam tubuh dan lainnya adalah rakyat.[62]
Seseorang
akan siap menghadapi berbagai rintangan, karena mampu bersikap positif dan
tanggap terhadap peluang serta pemikiran maju tanpa dipengaruhi dogma yang
membelenggu. Medeka dalam berfikir akan melahirkan pribadi-pribadi kreatif,
berwawasan luas, terbuka/fleksibel, mampu berpiki jernih dan God Spot
yang kembali bercahaya.[63]
2)
Membangun Mental
Dalam al
Qur’an Allah berfirman:
cÎ) tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qè=ÏHxåur ÏM»ysÎ=»¢Á9$# y7Í´¯»s9'ré& ö/ãf çöy{ ÏpÎy9ø9$# ÇÐÈ
Artinya: Sesungguhnya
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, mereka itu adalah
sebaik-baik makhluk. (Q.S. al Bayyinah:7). [64]
Segala
keputusan yang diambil hendaknya dilandasi karena Allah SWT, sehingga yang
ditemukan adalah sebuah kebijaksanaan mulia dengan penuh kepercayaan diri.
Keterbukaan berfikir merupakan hal esensial dalam pengambilan keputusan. Sebuah
proses dinamis dimana kita mengambil dan memilih diantara beragam alternatif.[65]
Dengan
didasari ajaran agama mendorong dan mengajak para ummat untuk bekerja produktif
bukan saja untuk kepentingan dirinya sendiri akan tetapi juga untuk kepentingan
orang lain serta melakukan inovasi dan penemuan baru.[66]
Hanya
dengan berpegang teguh kepada Allah-lah sesungguhnya dapat menimbulkan rasa
tenang dan aman. Rasa itu sebenarnya akan menjernihkan fikiran yang akhirnya
akan mampu mengambil inisiatif yang sangat penting serta berharga sekaligus
memberi kesempatan mental untuk menghadapi perubahan yang pasti akan terjadi.
3)
Ketangguhan Pribadi
Ketangghan
pribadi adalah ketika seseorang telah mengenal jati diri spiritual yang telah
diperolehnya melalui inner journey hingga menjangkau inner teritory
pada dimensi pencerahan di God Spot. Lalu pada akhirnya ia akan mengenal
siapa Tuhan-nya melalui pengenalan dirinya sendiri.[67]
Bakat
dan keinginan untuk berekspresi, mengatur dan mengorganisasikan kehidupan yang
lebih kreatif dan efektif. Yaitu kemampuan untuk mengelola hidup sesuai dengan
visi batin atau disebut juga kemampuan memilih dan menata.[68]
Orang
yang memiliki ketangguhan pribadi memiliki kuasa atas diri sendiri, merasa
damai dengan dirinya sendiri, tahu siapa yang dicintai dan apa yang harus
dihargai serta berbuat berdasarkan cinta dan nilai-nilai.[69]
4)
Ketangguhan Sosial
Sejatinya
dalam diri manusia telah mendapat tiupan ruh dari Tuhan. Yang artinya manusia
memiliki sifat-sifat Tuhan dalam God Spot-nya. Dan salah satu sifat
tersebut adalah dorongan untuk bersikap pengasih dan penyayang.
Menurut
Stephen R Covey, kunci rahasia keberhasilan seseorang adalah keseimbangan production
dan production capabilty. Covey menganalogikan hasil yang diinginkan
dengan telor-telor emas, sedangkan angsa melambangkan sesuatu yang harus
dipelihara dan diberi.[70]
Orang
yang termotivasi oleh semangat bergaul dan bekerja sama akan menjadi tim yang
bagus dan punya semangat kelompok yang kuat. Hal ini menyebabkan seseorang
mengembangkan strategi-strategi yang berupa meyenangkan orang lain, negosiasi,
konsiliasi, dan manajemen konflik.[71]
e.
Indikator Kecerdasan Spiritual
Damitri Mahayana menyebutkan beberapa indikator seseorang mempunyai kecerdasan
spritual yang tinggi yaitu:[72]
1)
Memiliki Prinsip dan
Visi yang Kuat
Prinsip
adalah kebenaran
yang
dalam dan mendasar ia sebagai pedoman berperilaku yang mempunyai nilai yang
langgeng
dan
produktif. Prinsip manusia secara jelas tidak akan berubah,
yang berubah adalah cara
kita mengerti dan melihat prinsip tersebut. Semakin
banyak kita tahu
mengenai prinsip yang benar semakin
besar kebebasan
pribadi kita untuk bertindak dengan bijaksana.
2)
Mampu Melihat Kesatuan dalam Keragaman
Seorang dengan spiritualitas yang tinggi mampu melihat ketunggalan dalam keragaman. Ia adalah prinsip yang mendasari kecerdasan spiritual.
Tony
Buzan mengatakan bahwa “kecerdasan spiritual meliputi melihat gambaran yang
menyeluruh, ia termotivasi oleh nilai pribadi yang mencakup usaha menjangkau
sesuatu selain kepentingan pribadi demi
kepentingan masyarakat”.
3)
Mampu Memaknai Hidup
Makna bersifat substansial, berdimensi spiritual.
Makna adalah penentu identitas sesuatu yang paling signifikan. Seorang yang
memiliki kecerdasan
spiritual tinggi akan
mampu memaknai atau menemukan makna terdalam dari segala sisi kehidupan, baik
karunia Allah yang berupa kenikmatan atau ujian
dari-Nya, ia juga merupakan manifestasi kasih sayang dari-Nya. Ujiannya
hanyalah wahana pendewasaan spiritual manusia.
4)
Mampu Mengatasi Kesulitan dan Penderitaan
Kesulitan akan mengasah menumbuh kembangkan,
hingga pada proses pematangan dimensi spiritual manusia. Kecerdasan spiritual mampu mentransformasikan kesulitan
menjadi suatu medan penyempurnaan dan pendidikan spiritual yang bermakna. Kecerdasan spiritual yang tinggi mampu memajukan seseorang karena pelajaran dari kesulitan dan kepekaan
terhadap hati nuraninya.
f.
Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Kecerdasan Spiritual
menurut Zohar dan Marshall, faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan spiritual
yaitu :
1.
Titik Tuhan (God spot)
Titik tuhan adalah sekumpulan jenis
jaringan saraf yang terletak di daerah lobus temporal otak, baagian yang
terdapat di balik pelipis. Jaringan saraf ini berfungsi untuk membuat kita
mengajukan pertanyaan-pertanyaan fundamental seputar makna eksistensi dan juga
mencari jawaaban-jawaban fundamental. Titik Tuhan menyebabkan kita bersikap
idealistis dan mencari solusi-solusi ideal atas problem-problem. Selain itu
juga yang membuat kita berhasrat pada sesuatu yang lebih tinggi, memimpikan
masa depan yang lebih baik.[73]
2.
Sel Saraf Otak
Sel saraf otak menjadi jembatan antara kehidupan bathin dan lahiriah.
Ia mampu menjalankan semua ini karena bersifat kompleks, luwes, adaptif dan
mampu mengorganisasikan diri. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Wolf
Singer membuktikan bahwa sel saraf
otak manusia bergetar secara serentak dalam merespon stimuli khusus. Getaran
atau osilasi sel saraf otak pada 40
Hz merupakan basis bagi kesadaran di dalam otak. Osilasi
inilah yang menyatukan sistem-sistem kecakapan otak serta memadukan dengan
aktivitas kecerdasan spiritual dari titik Tuhan.[74]
3.
Pengaruh Keaktifan
Melaksanakan Shalat Dhuha
Terhadap Kecerdasan Spiritual
Secara
umum shalat (termasuk shalat dhuha) merupakan sarana untuk mendekatkan diri
kepada Allah SWT dengan berbagai maksud dan tujuan yang menjalankannya. Dengan aktif melaksanakan shalat dhuha akan
memperoleh kejernihan hati. Dengan kejernihan hati akan terampil menyelesaikan
persoalan hidup. Tidak berkeluh kesah tanpa melakukan perbaikan hidup. Sebab
telah memiliki karakter pribadi yang mandiri, mental yang kuat, dan berhati
mulia.
Selain
itu, aktif melaksanakan shalat dhuha juga merupakan usaha untuk membentuk
ketangguhan pribadi dan keyakinan yang tangguh. Sebab ketika jasad bergerak
mengerjakan sesuatu akan dibimbing oleh hati nurani yang menunjukkan kemana
harus pergi dan apa yang harus diperbuat.
Aktif
melaksanakan shalat dhuha juga mampunyai pengaruh yang sangat besar dan efektif
dalam menyembuhkan manusia dari dukacita dan gelisah. Sikap berdiri pada waktu
shalat dhuha di hadapan Allah dengan keadaan khusuk, berserah diri, dan
pengosongan diri dari kesibukan dan permasalahan hidup dapat menimbulkan
perasaan tenang, damai dalam jiwa manusia serta dapat mengatasi rasa gelisah
dan ketegangan yang ditimbulkan oleh tekanan jiwa dan masalah kehidupan.
Dengan
demikian keaktifan melaksanakan shalat dhuha dapat berpengaruh menjadikan
manusia memiliki kecerdasan spiritual yang tinggi yaitu memiliki prinsip yang
kuat, mampu melihat ketunggalan dalam keberagaman, bisa memaknai hidup, serta
mampu mengatasi kesulitan dan penderitaan yang terjadi dalam kehidupan ini.
C.
Hipotesis
Hipotesis
merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan.
Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori
yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan
data.[75]
Adapun
hipotesis yang peneliti ajukan dalam penelitian ini adalah “Ada pengaruh yang positif
keaktifan siswa dalam mengikuti shalat dhuha terhadap kecerdasan spiritual anak
di MTs Luthful Ulum Pasucen Trangkil
Pati Tahun Pelajaran 2013/2014”.
[11] Ansori,
“Hubungan antara Kecerdasan Emosional dengan Keberagamaan Remaja Masjid (IREMA)
Desa Margorejo Kec. Margorejo Kab. Pati Tahun 2010”, Skripsi, STAI Pati, 2010,
80-81.
[12] Siti
Masmu’ah, “Hubungan antara Ibadah Shalat
dengan Perilaku Siswa di Madrasah Tsanawiyah Mathali’ul Falah
Langgenharjo Kec. Juwana Kab. Pati”, Skripsi, STAI Pati, 2010, 72.
[13] Siti
Halimah, “Pengaruh Bimbingan Penyuluhan terhadap Tingkat Kecerdasan Emosional
(Emotional Quotient) Siswa MA Madarijul
Huda Kembang Kec. Dukuhseti Kab. Pati
Tahun Pelajaran 2009/2010”, Skripsi, STAI Pati, 2010, 81-82.
[14]
Softwere, KBBI Offline 1.5
[15] Moh.
Rifai, Risalah Tuntunan Shalat Lengkap, (Semarang: Karya Thoha Putra,
2004), 32.
[16] Sabil
El-Ma’rufie, 24.
[17] Khalifi
Elyas Bahar, Akibat-akibat Fatal Meremehkan Shalat Dhuha,(Yogyakarta:
Diva Press, 2013), 39.
[18] Rafi
Sapuri, Psikologi Agama,(Jakarta: Rajawali Pers, 2009), 65.
[19] Suyadi,
161.
[20] Rafi
Sapuri, 61.
[21] Muhammad
Mukhdlori, Berdhuha Akan Membuatmu Benar-benar Sukses dan Kaya, (Jogjakarta:
DIVA Press, 2012), 111.
[22] Muhammad
Mukhdlori, 13.
[23] Rafi
Sapuri, 263.
[24]
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI,
Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), 79.
[25] Ubaid Ibnu Abdillah, Keutamaan dan Keistimewaan; Shalat
Tahajud, Shalat Hajat, Shalat Istikharah, Shalat Dhuha, (Surabaya: Pustaka Media, tth), 127.
[27] Lidwa
Pusaka i-Software, Kitab 9 Imam
Hadist.
[28] Menara
Kudus, Al-Qur’an Al-Karim,
(Kudus: Menara Kudus , 2006 ), 234.
[29] Lidwa
Pusaka i-Software.
[30] Suyadi,
Menjadi Kaya dengan Shalat Dhuha, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2008), 51.
[31] Khalifi
Elyas Bahar, 39.
[32] Lidwa
Pusaka i-Software.
[33] Suyadi,
51.
[34] Sabil
El-Ma’rufie, 105.
[35] Suyadi,
161.
[37] Lidwa
Pusaka i-Software
[38] Khalifi
Elyas Bahar, 12.
[39] Suyadi,
91.
[40] Khalifi
Elyas Bahar,125-128.
[41] Agus
Mustofa, Terpesona di Sidratul Muntaha, (Sidoarjo: Padma Press, 2006),
162.
[42]
Muhammad Makhdlori, 19.
[43] M.
Ustman Najati, Jiwa Manusia dalam
Sorotan Al-Qur’an, (Jakarta: Cendekia Sentra Muslim, 1993), 106.
[44] Rafi
Sapuri, 62.
[45] Khalifi
Elyas Bahar, 131.
[46] Imam
Musbikin, 31.
[47] Departemen
Pendidikan
& Kebudayaan RI,
Kamus
Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1993),
186.
[48] Toni Buzan, Kekuatan ESQ:10
Langkah Meningkatkan Kecerdasan Emosional Spiritual, terjemahan Ana Budi Kuswandani, (Jakarta:
Pustaka Delapratosa, 2003), 6.
[50] Marsha
Sinetar, Spiritual Intelligence, (Jakarta: Elex Media Komputinda, 2001),
13.
[51] Danah
Zohar dan Ian Marshall, 25.
[52] Ary
Ginanjar Agustian, 47.
[53] Al
Gazali, Pengantar Penerbit, Hikmah Penciptaan Semesta, (Yogyakarta:
Pustaka Sufi, 2003), xv.
[54] Al
Gazali, Hikmah Penciptaan Semesta, 79.
[55] Ary
Ginanjar Agustian, 17.
[56] Danah
Zohar dan Ian Marshall, Spritual Capital, 117.
[57] Marsha
Sinetar, 121.
[59] Ary
Ginanjar Agustian, 57.
[60] Ary
Ginanjar Agustian, 105.
[61] Lidwa
Pusaka i-Software.
[62] Al
Gazali, Ringkasan Ihya’Ulumuddin,(Jakarta: Pustaka Amani, 2007), 215.
[63] Ary
Ginanjar Agustian, 105.
[64] Al
Qur’an dan Terjemah, 598.
[65] Ary
Ginanjar Agustian, 122.
[66]
Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009),
315.
[67] Ary
Ginanjar Agustian, 251.
[68] Marsha
Sinetar, 168.
[69] Danah
Zohar dan Ian Marshall, SC: Spiritual Capital, 96.
[70] Ary
Ginanjar Agustian, 130-328.
[71] Danah
Zohar dan Ian Marshall, SC: Spiritual Capital, 94.
[72] http://ilmupsikologi.wordpress.com/2010/02/18/ciri-kecerdasan-spritual/3/11/2013.
[73] Danah
Zohar dan Ian Marshall, 121.
[74] Danah
Zohar dan Ian Marshall, 123.
[75]
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,
dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2009), 96.
No comments:
Post a Comment